Banten24

Penderita TBC Capai 3.472 Kasus, Dewan Dorong Pemkab Serang Bentuk Perbup

BISNISBANTENCOM- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang didorong segera membentuk Peraturan Bupati (Perbup) Percepatan Penanganan Kasus Tuberkulosis (TB) atau lebih dikenal dengan TBC, mengingat penderitanya di Kabupaten Serang hingga 18 Desember 2022 tercatat sudah mencapai 3.472 kasus, selain menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) 67 Tahun 2021 tentang Penanganan TB.

Itu terungkap pada acara Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Kolaborasi Penanganan Tuberkulosis di Kabupaten Serang yang diselenggarakan oleh SR Komunitas Eliminasi TBC Provinsi Banten, Konsorsium Penabulu-STPI di Aula Saung Edi, Bhayangkara, Kecamatan Cipocokjaya, Kota Serang, Senin (19/12/2022).

Acara dihadiri Ketua DPRD Kabupaten Serang Bahrul Ulum, Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Serang Istianah Hariyanti, dan Implementing Unit Konsorsium Penabulu -STPI Kabupaten Serang TB Deni Faisal Hasyim.

Advertisement

Ditemui awal media usai acara, Ketua DPRD Kabupaten Serang Bahrul Ulum mengatakan, dengan adanya Perpres 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, tidak ada alasan bagi pemerintah daerah tidak melaksanakan amanat tersebut. Oleh karena itu, kata Ulum, pihaknya mendorong pemerintah daerah segera membentuk Perbup Percepatan Penanganan Tb di Kabupaten Serang.

Kemudian, lanjut Ulum, pihaknya juga membentuk Tim Percepatan Penanganan TB sehingga target Perpres pada 2030, dimana saat ini insiden rate di Kabupaten Serang (angka insidensi) 65/100 ribu penduduk dan tingkat kematian 6/100 ribu penduduk harus menjadi catatan bagi pemerintah daerah, khususnya Dinkes agar segera membuat timetable dan roadmap menuju 2030, agar target sesuai amanat Perpres bisa terlaksana.

“Penanganan Dinkes (soal kasus TB-red) dalam perjalanannya sudah melakukan penanganan, tapi saya kira belum maksimal, karena kasusnya masih tinggi,” ujar politisi Partai Golkar itu.

“Dengan lahirnya Perpres dan dibentuknya Perbup, serta dibuat Tim Percepatan Penanganan TB, semoga penanganannya lebih maksimal,” harap Ulum yang juga menjabat Ketua Karang Taruna Kabupaten Serang ini.

Advertisement

Di tempat yang sama, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinkes Kabupaten Serang Istianah Hariyanti mengungkapkan, kasus TB di Kabupaten Serang dari Januari sampai 18 Desember 2022 teridentifikasi mencapai 3.472 kasus dan terkonfirmasi TB Resisten Obat (RO) mencapai 60 kasus atau penderita TB yang pengobatannya berbeda.

Dijelaskan Istianah, penyakit TB disebabkan kuman Mycrobacterium Tuberculosa. Penularannya dari orang sakit kepada orang lain melalui cipratan air ludah atau droplet. Kata pejabat eselon 3 yang akrab disapa Isti ini, satu kasus TB secara teori bisa menularkan kepada 20 orang di sekitarnya yang mempunyai kontak erat. Seperti satu rumah, di tempat kerja, tempat nongkrong, bahkan di sekolah yang dinilai berpotensi sebagai tempat penularan.

Diakui Isti, saat ini kesadaran masyarakat menerapkan pola hidup bersih sehat (PHBS) masih rendah. Salah satu dari 12 indikator paling rendah itu, disebutkan Isti, orang tidak merokok dalam rumah. Untuk penemuan TB tertinggi, diungkapkan Isti, berada di Kecamatan Kopo yang estimasinya mencapai 111 persen kinerja, disusul Kecamatan Tanara, Waringinkurung, Ciomas, dan Kecamatan Pontang. Itu artinya, kata Isti, kinerja petugas cukup baik katena mampu menemukan kasus TB sesuai ditargetkan.

“Yang bahaya itu kasusnya banyak tapi tidak ditemukan. Jadi, kita memutus mata rantai penularan tinggi dengan cara menemukan kasus den mengobati ya sampai sembuh sehinhga dapat mencegah penularannya. Dari tahun ke tahun, diakui Isti, temuan kasusnya meningkat yang menandakan kinerja. Tahun lalu kasus TB yang teridentifikasi sebanyak 295.

“Dulu karena pandemi Covid agak susah menemukan kasus, karena buka mulut aja enggak bisa. Istilahnya sangat takut droplet. Makanya, tahun ini kita gencarkan lagi agar ada peningkatan (penanganan kasus TB-red),” kata Isti.

Isti pun menerangkan gejala TB, di antaranya batuk berdahak lebih dari dua minggu, apalagi sampai berdarah, penurunan berat badan secara drastis yang disertai sesak nafas, berkeringat dingin para malam hari tanpa aktivitas fisik.

“Tapi yang signifikan itu batuk lebih dari dua minggu dan sesak nafas malam hari, serta ada keringat dingin,” ujarnya.

Terkait peran Non Government Organization atau NGO (NGO), disampaika Isti, yakni melakukan investigasi kontak atau bertugas mengembangkan dan mencari 20 kasus kontak di sekitarnya untuk memutusmata rantai penularan TB.

“Selama kasus kontak (TB-red) tidak ditemukan dan tidak dilakukan pemeriksaan, selama itulah penularan terjadi,” terang Isti.

Kata Isti, pihaknya juga sudah bekerja sama dengan sejumlah perusahaan untuk masuk program penanganan TB, yakni perusahaan rutin melakukan screening. Ketika ada pasien TB, maka langsung dilakukan pengobatan di klinik perusahaan.

“Dulu kan ada kekhawatiran kalau ketahuan TB akan di PHK. Sekarang sudah tidak seperti itu. Manakala ketahuan TB itu diobatin, diberikan hak istirahat agar tidak menularkan ke rekan kerjanya,“ teran Isti.

Secara teori, sambung Isti, jika TB tidak diobati secara rutin selama dua minggu, maka dahaknya akan konversi dari positif ke negatif. Diakui Isti, pihaknya juga menemukan kasus TB di perusahaan, tetapi sudah diobati dan ditangani.

“Jadi di perusahaan itu ketat, sebelum masuk di screening. Penemuan kasusnya cukup bagus kita tangani. Kita ada kerjasama klinik dengan puskesmas, ada 104 klinik sudah MoU dengan kita,” tandasnya.

Terkait itu, Implementing Unit Konsorsium Penabulu -STPI Kabupaten Serang TB Deni Faisal Hasyim menambahkan, pihaknya sudah menangani kasus TB sejak 2021 dan sudah melakukan investigasi kasus.

“Di kita sendiri masih kecil (investigasi kasus-red), baru mampu di angka 1.500 dari hampir 3.000 target. Ke depan kita ingin 90 persen,” ujarnya.

Kata Deni, ada kategori kasus TB yang diinvestigasi, yakni harus bakteriologi atau bukan TB klinis. Disebutkan Deni, sebaran NGO untuk penanganan TB ada di 190 kabupaten kota di 30 provinsi. Sedangkan di Serang ada 17 orang dengan visi berbeda-beda.

“Karena ada SO (sensitif obat) itu pengobatan enam bulan. Ada juga yang dua tahun itu RO (resisten obat). Karena bukan medis, jadi kita lebih kepada penjangkauan preventif, promotif, dan edukatif. Penanganan pasien langsung medis,” jelasnya.

Deni pun menyinggung soal penggunaan dana desa untuk penanganan kasus TB, dimana berdasarkan hasil rapat dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) diharapkan pada 2023 bisa dioptimalkan untuk menjadi percontohan. Deni mengaku, pihaknya ingin Kabupaten Serang menjadi percontohan bagi daerah lain, berkolaborasi bagaimana pemerintah desa mau menyisihkan anggaran dana desa untuk penanganan kasus TB.

“Ada aturannya dan sah-sah aja, bisa masuk itemnya, kalau enggak salah 15 persen dari anggaran,” pungkasnya. (Nizar)

Advertisement

Nizar Solihin

Hobi musik, olahraga, dan traveling. Berjiwa solidaritas, pekerja keras, totalitas dan loyalitas tanpa batas. Motto 'Selalu Optimis'. Bergelut di dunia jurnalistik sejak 2013
bisnisbanten.com