Ternyata Masyarakat Sangat Menyukai Tanaman Hidroponik
BISNISBANTEN.COM — Tanaman hidroponik mencuat beberapa tahun terakhir sebagai gaya hidup sehat kaum urban. Beberapa orang mulai melirik untuk menekuni usaha ini, satu di antaranya adalah Dini Hanipah.
Wanita yang berdomisili di Kp. Sukacai, RT 01/ RW 01, Desa Sukacai, Kecamatan Baros, Kabupaten Serang, Banten, ini mengaku, awal berjualan sayur hidroponik yaitu akhir Desember 2020. Sebelum berjualan sayuran hidroponik seperti sekarang ini, pada Oktober 2020 Dini mengikuti Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK) pembudidayaan sayuran hidroponik Kejuruan Pertanian, yakni pada 27 Oktober – 14 November 2020. Kegiatan ini diselenggarakan Balai Latihan Kerja Lembang.
“Alhamdulillahnya di keadaan pandemi saat ini ada salah satu warga yang begitu peduli terhadap masyarakat yaitu Pak Mami Hujaemi. Di pikiran beliau terbersit bagaimana caranya di tengah pandemi seperti ini, warga mempunyai kegiatan untuk membantu kejenuhan akibat pandemi yang lumayan memberikan dampak kepada masyarakat apalagi di bidang perekonomian,” terang Dini.
Banyak masyarakat, kata Dini, yang di-PHK dari tempat kerjanya dan banyak pula masyarakat di kampung Dini yang kerja di Jakarta pada saat itu, diharuskan pulang oleh majikan atau bosnya.
Pada saat itu Dini mengikuti seleksi mulai dari tes tulis, wawancara, dan pendaftaran ke sistem Sisnaker Kementerian Ketenagakerjaan RI dan alhamdulillah ia dinyatakan lolos mengikuti PBK sayuran hidroponik. Pada pelatihan ini ada 16 orang dan mereka memiliki beragam latar belakang profesi, mulai dari dosen atau guru, pegawai kantoran, ibu rumah tangga, dan mahasiswa atau pelajar. Namun mayoritas adalah ibu rumah tangga.
Pelatihan ini dilaksanakan di Villa Alfanoer selama kurang lebih 16 hari. Kegiatannya mulai dari materi 25% dan paktiknya 75%. Di ujung pelatihan, para peserta mengikuti ujian yang diuji oleh para assesor senior dari pihak BLK lembang & Kemnaker RI.
“Situasi yang menegangkan menurut saya ada di sini, diuji oleh assesor senior mulai dari penguasaan materi & kemampuan SOP (Standar Oprasional Produksi-red) Sayuran hidroponik,” curhat Dini.
Nah, sayuran-sayuran yang dijual Dini ini ia punya kebun sendiri loh. Kebun ini kata Dini, kalau di hidroponik mereka menyebutnya instalasi (tempat tanam sayur = kebun). Instalasi ini pemberian dari BLK Lembang sebagai Workplace.
“Kami baru mempunyai dua instalasi, instalasi pertama sebesar 1,5 meter, dan instalasi ke 2 sebesar 3 meter. Kami sekarang-sekarang ini sedang semangat-semangatnya untuk berjualan. Karena apa, ternyata masyarakat itu sangat menyukai tanaman hidroponik ini, dan alhamdulillah untuk saat ini permintaan konsumen sedang membeludak,” tukas pemilik akun Instagram @dinihanipah_17 ini.
Meski membeludak, tapi setiap open order, Dini membatasi penjualan sayuran. Bahkan kata Dini, sangat sering para konsumen tidak kebagian sayuran. Ini yang membuat Dini dan timnya bersemangat dan mempunyai keinginan untuk segera menambah instalasi baru agar para konsumen dan pelanggan bisa terpenuhi semua kebutuhannya tanpa harus membatasi orderan.
“Penjualan yang kami lakukan bisa kami antar langsung ke rumah pembeli, COD, dan pengiriman paket. Sayuran hidroponik ini bisa tahan tiga hari kesegarannya, jadi walaupun kami kirim melalui jasa pengiriman, jika sudah datang ke rumah akan tetap segar. Karena ciri khas dari hidroponik itu yaitu rokwoolnya. Di dalam rokwool itu terdapat nutrisi,” lanjut Dini.
Dan kata Dini, tidak sedikit juga, semenjak posting di media sosial, banyak pula para pembeli yang ingin datang langsung ke tempat mereka untuk memanen langsung. Tempat yang instagramable menurut banyak pembeli juga menjadi daya tarik konsumen untuk datang berkunjung.
Saat ditanya, kenapa terpikir untuk mengembangkan usaha ini, Dini bilang, karena sekarang ini banyak sekali persawahan yang digusur untuk dibangun perumahan, pabrik, dan lain-lain. Di sisi lain, ahan untuk bercocok tanam di persawahan hampir sulit, dan lagi untuk saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya melaksanakan Indonesia maju, termasuk di bidang perrtanian. Salah satunya dengan bercocok tanam hidroponik.
Ini Dini anggap merupakan suatu tindakan yang akan membawa kemajuan dalam bidang pertanian khususnya di kampungnya. Dan tidak hanya itu alasannya, sayuran hidroponik ini adalah jenis tanaman yang terbilang sangat sehat karena tanaman ini menggunakan nutrisi khusus dan memang sayurannya lebih enak dibanding dengan tanaman yang ditanam secara konvensional.
“Rasa lebih manis, warna lebih fresh, dan tekstur sayurannya lebih crunchy. So yang paling terpenting sayuran ini lebih sehat,” imbuh mahasiswi semester IV UIN SMH Banten ini.
Apakah aktivitas ini susah? Dini menjawab, untuk melakukan semua kegiatan pasti ada kekurangan dan kelebihan, ada sulit dan mudah. Untuk membudidayakan sayuran hidroponik ini, Dini mengaku, susah-susah gampang.
“Kalau berbicara susahnya, kita sebagai petani pintar atau petani milenial harus telaten dalam merawat tanaman, harus continue dalam merawat, telaten juga dalam memperhatikan tanaman-tanamannya takut ada hama. Dan kita harus melakukan pengecekan nutrisi di setiap fase tanaman. Hitung-menghitung jadinyaa. Eits jangan salah, ada rumus dan perhitungannya juga dalam pemberian nutrisi di setiap fase, jangan sampe kebanyakan nutrisi dan jangan sampai kekurangan nutrisi juga tanamnnya. Kami melakukan sesuai SOP tanaman sebanyak dua kali sehari yaitu pagi maksimal pukul delapan, kalau sore minimal mulai pukul empat,” papar Dini.
Konsumen sayuran hidroponik yang dinamai Mekar Wangi ini lanjut Dini yaitu dari ibu rumah tangga, baik dari kampung yang ada di Baros dan sekitarnya, ibu-ibu perumahan BMS Serang, Perum Chasannah Baros, Komplek Yonif 320, pegawai PDAM Tirtayasa Albantany, pegawai Puskesmas Baros, Rumah Dinas Pisang Mas, dan banyak lagi.
Dini mengakui, sampai saat ini belum ada konsumen yang memesan sayuran melalui media sosial mereka, baik lewat Instagram maupun Facebook. Kalaupun ada yang mengetahui dari media sosial, mereka lebih tertarik untuk berkunjung dan memetik langsung. Mereka ada yang dari Anyer, Tangerang, Serang, dan sekitarnya.
“Rencana kami ingin sayuran ini masuk ke supermarket seperti Giant dan lain-lainnya, dan tidak lupa juga ada beberapa rumah makan yang ingin mensuplay sayurannya dari kami. Tapi untuk itu semua kami belum siap karena keterbatasan inatalasi yang belum memungkinkan memasok dan harus konsisten dalam mensuplay supermarket juga rumah makan tersebut,” jelas Dini.
Tantangan dalam menjalankan usaha ini kata Dini, ia dan timnya sebagai petani pintar atau petani milenial harus telaten dalam merawat tanaman dan harus sesuai SOP ketentuan. Dan tantangannya terkadang masyarakat masih awam akan sayuran hidroponik ini dan kurang mengetahui betul bagaimana hidroponik itu. Dini sering sekali mendapatkan ucapan dari masyarakat yang membanding-bandingkan dengan sayuran yang ditanam secara konvensional. Tantangan lainnya, Dini bilang, harus continue dalam memobilitasi perawatan tanaman.
Dini mengiyakan jika sayuran ini lebih sehat dibandingkan dengan sayuran yang ditanam secara konvensional. Ini karena tidak menggunakan pestisida sama sekali. Mereka menggunakan nutrisi tanaman khusus. Dan jika terdapat hama di tanaman sayuran, mereka memilih menggunakan pestisida nabati. Sayuran ini benar-benar diperhatikan kandungan nutrisinya.
Untuk jenis tanaman yang ditanam, sejauh ini m baru selada merah, selada hijau, bayam, pakchoi, dan kangkung. Dini dan timnya sedang mencoba menanam tanaman cabai.
“Mengenai harga, memang sayuran ini harganya sedikit lebih tinggi dibanding dengan sayuran yang sering ada di pasar-pasar atau yang suka ada di tukang bakul sayur. Sejauh ini kami jual sayurannya cuma Rp40.000/kg untuk semua sayuran. Untuk penjualan, kami membuka permintaan yang ½ kg, ¼ kg, dan per bungkus hanya 10.000,” aku Dini.
Penjualan dilakukan melalui online dan offline. Penjualan online melalui akun Facebook sayursehathidroponikmekarwangi. Untuk Instagram bisa di akun @sayuranhidropknikmekarwangi.
Usaha yang terbilang sukses ini ternyata usaha pertama Dini. Sebelumnya Dini hanya membantu sang kakak yang berkecimpung untuk produksi usaha kecil-kecilan yaitu keripik Biduan atau biji durian. Itu saat duduk di bangku SMA kelas 10-12, sekitar 2017-2019.
“Keripik Biduan ini saya jual secara offline, saya simpan di koperasi sekolah, warung-warung sekitar rumah, dan terkadang saya suka bawa juga dalam tas untuk saya jual di kelas pada saat jam istirahat tiba, sekalian sambilan hehehe,” tukas Dini.
Untuk next plannya, Dini ingin mempunyai rumah GH (Green House), menambah instalasi lebih banyak lagi, dan mempunyai pelanggan yang pasti dan tetap.
“Jika sudah mempunyai GH yang luas, saya ingin memperkerjakan orang-orang terutama ibu-ibu. Minimal biisa menambah jatah uang bumbu dapur dan maksimalnya sih bisa buat beli skincare juga ya hehehehe,” canda wanita yang tengah gencar-gencarnya ingin segera menyelesaikan project Umah Panghuripan, program pemberdayaan perempuan di salah satu daerah Kabupaten Serang. (hilal)