A. PENDAHULUAN
Teknologi keuangan atau financial technology (fintech), melahirkan berbagai moda baru yang lebih praktis bagi konsumen dalam mengakses produk dan layanan keuangan. Teknologi merupakan bagian dari keseharian hidup kita. Bukan hanya masyarakat, namun industri pun kini lekat dengan teknologi sehingga menjadikan teknologi sebagai salah satu kunci bertahan dalam suatu industri. Teknologi dapat membawa perubahan dalam melaksanakan rutinitas sehari hari dari cara berkomunikasi, berinteraksi, perbankan hingga belanja kebutuhan sehari hari, semua saat ini tidak terlepas dari teknologi.
Dalam industri keuangan, teknologi ditemukan dalam bentuk Financial Technology (Fintech) yang merupakan salah satu inovasi dalam layanan keuangan yang dapat memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses produk-produk keuangan dan mempermudah transaksi. Fintech merupakan industri berbasis teknologi yang menyediakan berbagai jasa keuangan. Terdapat beberapa layanan fintech seperti pembayaran, peminjaman, pembiayaan, perencanaan keuangan, investasi.
Keberadaan fintech telah merevolusi cara kerja institusi keuangan tradisional. Saat ini, fintech lebih banyak di kenal di kalangan wirausaha ketimbang masyarakat pada umumnya. Jumlah perusahaan fintech di tahun 2006 hanya ada enam perusahaan dan pada bulan MeiMei 2022 telah mencapai 352 perusahaan yang tergabung dalam satu komunitas Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH). Berdasarkan laporannya, target pasar perusahaan fintech didominasi oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tahun 2021 lalu, sebanyak 62% penyelenggara fintech melayani UMKM.Bahkan, 42% perusahaan fintech menyebutkan bahwa nilai transaksi dari UMKM mencapai lebih dari Rp 80miliar. Di samping itu, Bank Indonsia memprediksi bahwa hingga akhir 2022, jumlah transaksi digital banking akan mencapai Rp 48 kuadriliun. Angka ini sudah termasuk transaksi yang dilakukan oleh fintech di bidang sistem pembayaran. Artinya, fintech berperan penting dalam mendorong inklusi keuangan Indonesia melalui layanan keuangan digital.
Selanjutnya, fintech ini telah dibahas dalam acara 4th Indonesia Fintech Summit (IFS) berlangsung pada 10-11 November 2022 di Bali dengan mengusung tema “Moving Forward Together: The Role of Digital Finance and Fintech in Promoting Resilient Economic Growth and Financial Stability”. Bertepatan dengan momentum Presidensi G20 dan B20 Summit 2022, topik pembahasan lebih ditekankan mengenai daya tahan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, hingga stabilitas keuangan. Dengan melibatkan banyak pihak setiaptahunnya secara rutin menjadi langkah awal dalammengembangkan ekositem digital Indonesia, dan sinergiantar pemerintah, asosiasi dan pelaku industri fintechmendorong kemajuan dalam digitalisasi khusunyaUsaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Secara spesifik, fintech didefinisikan sebagai aplikasi teknologi digital untuk masalah–masalah intermediasi keuangan. Dalam pengertian yang lebih luas, fintech didefinisikan sebagai industri yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang menggunakan teknologi agar sistem keuangan dan penyampaian layanan keuangan lebih efisien (World Bank, 2016). Fintech juga didefinisikan sebagai inovasi teknologi dalam layanan keuangan yang dapat menghasilkan model–model bisnis, aplikasi, proses atau produk-produk dengan efek material yang terkait dengan penyediaan layanan keuangan (FSB, 2017).
Akibat perkembangan Fintech yang diprediksikan akan terus naik, BI sebagai pemegang otoritas sistem pembayaran terus mensinergikan beberapa kepentingan melalui tiga hal :
Peran aktif Bank Indonesia di sektor fintech juga ditunjukkan dengan terbentuknya Bank Indonesia Fintech Office pada tahun 2016 yang membuat peraturan atau regulasi untuk mengatur jalannya sektor baru ini dengan aman dan nyaman.
Regulasi ini diperlukan untuk memastikan pelaksanaan sistem pembayaran peminat fintech berjalan aman dan sesuai aturan. Sedangkan untuk pelaku usaha fintech dibuat Sandbox Regulatory yang akan mengatur ketentuan bagi pelaku fintech yang kebanyakan adalah perusahaan startup berskala kecil.
Sementara ini, BI sudah mengeluarkan Peraturan No.18/40/PBI/2016 untuk mengatur proses pembayaran transaksi e-commerce agar lebih aman dan efisien. Peraturan ini juga mengatur, memberikan izin, dan mensupervisi penerapan pelayanan pembayaran yang dilakukan oleh principal, provider, pengakuisisi, clearing house, penyedia penyelesaian akhir, dan penyedia transfer dana.
Selain itu, muncul sebuah POJK atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu POJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam peraturan ini, Anda dapat mengetahui panduan dalam pelaksanaan bisnis Fintech pada bagian pinjaman, misalnya saja Peer to Peer (P2P) Lending. Adapun beberapa bagian yang diatur dalam POJK No.77/POJK.01/2016 tersebut antara lain: Kegiatan usaha, Pendaftaran perizinan, Mitigasi risiko, Pelaporan, dan Tata kelola sistem teknologi informasi.
Aktivitas-aktivitas fintech dalam layanan jasa keuangan dapat diklasifikasikan ke dalam 5 (lima) kategori, yaitu sebagai berikut :
Presiden RI Joko Widodo dalam pemulihan ekonominasional demi Indonesia maju memberi arahan terkaitsinergi untuk mengakselerasi ekonomi dan keuangandigital. Hal ini perlu diapresiasi dan mendapat dukunganoleh seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah.
Ekonomi digital di Indonesia memiliki prospek yang sangat baik dengan perkiraan mencapai USD124 miliarsampai USD146 miliar pada 2025. Ini, karena adanyadorongan akselerasi perkembangan ekonomi digital denganberbagai inovasi dan dapat dilakukan kepada 74.000 desadi Indonesia yang juga berpotensi terjangkauoleh fintech sehingga layanan keuangan digital juga dapatdirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Ketua OJK Mahendra Siregar bahwa nilai ekonomi digital di Indonesia diprediksi mencapai lebih dari USD330 miliarpada 2030, dan ekonomi digital domestik bernilai lebih dariUSD70 miliar, dan tertinggi di ASEAN. Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi tongkat yang kuat bagipertumbuhan ekonomi regional di ASEAN.
Layanan keuangan digital oleh perusahaan fintech ini terusmemberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomiIndonesia, fintech pinjaman online atau peer to peer lending telah menyalurkan Rp 8.269 miliar kepada pelaku UMKM dan sektor produktif lain.
Selanjutnya, Deputi Bank Indonesia Doni P. Joewonomenyatakan bahwa transformasi digital perbankan terusberlanjut, ditunjukkan dengan transaksi kanal pembayarandigital perbankan yang tumbuh sebesar 26,44% (year on year). Untuk mengoptimalkan hal tersebut, BI melangkahbersama transformasi digital bagi pemulihan ekonomimelalui Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 guna menciptakan ekosistem pembayaran digital yang sehat.
Adopsi teknologi digital, termasukpemanfaatan fintech oleh para pelaku bisnis saat ini telahmenjadi satu kesatuan bagi perekonomian di Indonesia.Oleh karenanya, komitmen dan kesepakatan bersamaantar pemangku kepentingan untuk memajukanindustri fintech yang memberikan dampak bagi Indonesia serta terciptanya kemajuan inovasi keuangan digital, khususnya bagi pelaku UMKM. Upaya kolaboratif dalammencapai keseimbangan antara inovasi, pertumbuhan, serta tata kelola keuangan digital dan fintech yang baik, juga mendorong percepatan pemulihan ekonomi danpertumbuhan yang berkelanjutan.
Walaupun belum banyak jenis pilihan model fintech yang tersedia di Indonesia, namun hampir dapat dipastikan bahwa keberadaan fintech akan memberikan warna dan membawa implikasi pada layanan jasa keuangan dan para pihak (stakeholders) di dalam negeri.
Pertama, bagi layanan keuangan, fintechmemiliki potensi untuk “memecah” dan merestrukturisasi jasa keuangan yang ada. Keberadaan fintech bisa “memecah” konsentrasi yang terjadi di pasar keuangan sehingga market share akan terdistribusi antar pesaing yang menawarkan jasa layanan yang sama. Akibatnya, tidak ada lagi dominasi lembaga perantara (intermediari) keuangan tertentu di pasar keuangan dan kompetisi yang terjadi berpotensi menurunkan tingkat harga jasa layanan keuangan. Implikasi yang tidak kalah pentingnya bagi sistem keuangan adalah terciptanya transparansi sehingga dapat mengurangi kalaupun tidak dapat menghilangkan informasi yang asimetris (asymmetric information) dan memperbaiki kemampuan pelaku pasar dalam mengelola risiko.
Kedua, keberadaan fintech membuka peluang yang lebih besar bagi konsumen rumah tangga dan kalangan dunia usaha, termasuk usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mengakses jasa keuangan. Implikasi dan dividen terpenting dari berbagai manfaat fintech tersebut adalah inklusi keuangan (financial inclusion). Hal ini lebih lanjut diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memungkinkan dilakukannya diversifikasi eksposur terhadap risiko investasi secara keseluruhan.
Ketiga, keberadaan fintech selain membawa manfaat juga berpotensi membawa sejumlah risiko. Risiko fintech yang paling awal ditanggung oleh konsumen, terutama risiko keamanan data (cyber risks), privasi, dan kepemilikan data serta tata kelola (governance) data. Risiko ini bisa muncul karena kerentanan sistem dan proses yang berbasis komputer yang saling terkait dan dapat dimanfaatkan oleh para hacker untuk kesenangan atau niat kriminal.
Dampak yang ditimbulkan Financial Technologysangatlah beragam. Dimana para pelaku usaha dituntut untuk mengikuti perkembangan jaman yang kian hari kian modern. Berinovasi yang tidak hanya pada produk tapi juga pada keuangannya yang memanfaatkan teknologi.
Dengan adanya fintech maka beberapa aktivitas masyarakat dapat diefisienkan sehingga sangat memudahkan. Namun tidak hanya keuntungan yang di datangkan dari fintech ini sendiri, tapi ada juga beberapa ancaman yang perlu diwaspadai pemerintah agar regulasinya dapat dibuat secepatnya, sehingga mengurangi potensi risiko terjadi, dan terdapat payung hukum yang jelas terkait fintech.
Untuk mendorong kemajuan fintech pada duniausaha, masyarakat dan stakeholder sehingga dapatmempercepat pertumbuhan ekonomi nasionaldiperlukan beberapa hal :