Bupati Serang dan Organisasi Keagamaan Komitmen Cegah Tindakan Asusila di Lingkungan Pesantren
BISNISBANTEN.COM – Merespons adanya kasus degradasi moral atau tindakan asusila yang terjadi di lingkungan pendidikan pondok pesantren (Ponpes) baru-baru ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang menjalin komitmen bersama organisasi keagamaan, Kementerian Agama (Kemenag), kepolisian hingga kejaksaan untuk mencegah kasus tersebut.
Penandatanganan komitmen bersama tersebut dilakukan langsung Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah bersama para pimpinan organisasi dan institusi terkait di sela-sela kegiatan Pengajian Bulanan di Pendopo Bupati Serang, Rabu (8/3/2023).
Diketahui, ada sekira 17 organisasi kemasyarakatan dan keagamaan yang melakukan penandatangan komitmen bersama tingkat Kabupaten Serang. Antara lain MUI, PC Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Fatayat NU, Matlaul Anwar, dan Aisyiyah.
“Alhamdulillah, kami pemda, kepolisian, kejaksaan, dari Kemenag, MUI (Majelis Ulama Indonesia), hingga organisasi keagaman sepakat terkait degradasi moral atau kasus asusila di lingkungan pendidikan, pondok pesantren, dan majelis taklim. Harus ada sanksi sosial dan hukum negara,” ujar Tatu dalam sambutannya.
Dijelaskan Tatu, penandatanganan komitmen bersama merespons kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pendidik di salah satu Ponpes di Kabupaten Serang. Mirisnya, Ponpes tersebut diketahui tidak memiliki izin operasional. Persoalan tersebut, kata Tatu, menyangkut anak-anak yang harus dilindungi dan keamanannya harus dijaga bersama dan diberikan perlindungan oleh Pemda, penegak hukum, Kemenag, dan seluruh lembaga keagamaan di Kabupaten Serang.
“Indonesia bukan negara Islam yang bisa dilakukan hukuman rajam atau sejenisnya, tetapi pelakunya harus diberi hukuman berat,” tegas Ketua DPD Golkar Banten ini.
Tatu pun menerima informasi jika pengawasan Ponpes masih terdapat kelemahan. Di antaranya kekurangan personel dan penguatan regulasi. Untuk menutupi kekurangan itu, Tatu berjanji, akan mengaktifkan pengajian-pengajian di kecamatan.
“Ada Camat, Danramil, Kapolsek, Organisasi Keagamaan, dan masyarakat secara umum bersama-sama mengawasi Ponpes yang ada, saling mengingatkan dan sosialisasi di bidang hukumnya,” katanya.
Tatu meminta agar jangan ada intervensi hukum terhadap kasus asusila. Apalagi kasus kekerasan seksual terhadap anak.
“Tidak boleh ada toleransi dan kita harus melindungi anak. Jangan sampai ada negosiasi kekeluargaan jika menyangkut kasus asusila terhadap anak. Kesepakatan bersama kami semua, Ponpes harus sukarela membubarkan diri, tidak layak mendidik anak-anak,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Serang Ahmad Rifaudin mengutuk keras kasus kekerasan seksual yang terjadi di Ponpes. Menurutnya, peristiwa itu sudah mencoreng dan merusak nama pesantren.
“Kami sepakat bersama pemerintah daerah dan MUI untuk menindak tegas dan menyerahkannya kepada hukum yang berlaku agar mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya,” tegasnya.
Ahmad mengakui, pengawasan Ponpes belum ada secara regulasi maupun tenaga pengawasnya. Saat ini, tenaga pengawas hanya ada untuk pendidikan madrasah dan sekolah-sekolah umum. Namun demikian, pihaknya sedang merintis tenaga pengawas terhadap Ponpes.
“Insya Allah sedang kami rintis, memberdayakan pengawas yang ada untuk terjun ke Ponpes-ponpes,” ujarnya.
Terkait sistem pembelajaran di Ponpes, pihaknya akan membuat pola untuk mencegah potensi pelanggaran hukum. Termasuk program pemisahan asrama dan guru harus mengajar sesuai jenis kelaminnya.
“Kesepakatan antara MUI dan Ibu Bupati, kami sepakat agar kasus kekerasan fisik maupun seksual harus mendapatkan ganjaran setimpal agar ada efek jera. Dan menjadi warning untuk Ponpes lain untuk waspada, saling mengawasi agar tidak ada kasus yang macam-macam,” ujarnya. (Nizar)