BISNISBANTEN.COM — Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 25/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) serta POJK Nomor 26/POJK.03/2021 tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana dan Penyaluran Dana Besar Bagi Bank Umum Syariah (BMPD BUS).
POJK 25 dikeluarkan sebagai upaya mendorong industri perbankan khususnya BPR/BPRS untuk meningkatkan kesempatan dalam berinovasi maupun berkolaborasi dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan produk sejalan dengan perubahan perilaku dan ekspektasi masyarakat yang memanfaatkan teknologi informasi.
OJK mengharapkan industri BPR dan BPRS dapat terus meningkatkan kapasitas dan berinovasi dalam menerbitkan produk-produknya, sehingga dapat bersaing di tengah perkembangan teknologi informasi dan digitalisasi dengan jasa keuangan lainnya.
Di dalam ketentuan ini, produk BPR dan BPRS dibagi berdasarkan tingkat risiko yaitu produk dasar dan produk lanjutan. Produk dasar terdiri dari produk, layanan, jasa, dan atau kegiatan lain untuk mendukung usaha BPR atau BPRS berupa penghimpunan dana, penyaluran dana, penempatan dana, dan kegiatan dasar lain.
Sedangkan produk lanjutan terdiri dari produk, layanan, jasa, dan atau kegiatan lain untuk mendukung usaha BPR atau BPRS yang berbasis teknologi informasi, produk yang berkaitan dengan kegiatan atau produk lembaga jasa keuangan nonbank atau yang dapat memengaruhi penilaian profil risiko BPR atau BPRS, dan memerlukan izin dan/atau persetujuan dari otoritas lain.
Beberapa substansi pengaturan dalam POJK tersebut meliputi jenis produk, prinsip penyelenggaraan produk, mekanisme penyelenggaraan, penyesuaian rencana penyelenggaraan produk, penghentian produk serta perlindungan konsumen dan/atau pemenuhan prinsip syariah.
Dalam POJK ini, BPR dan BPRS harus dapat memastikan penerapan manajemen risiko dan tata kelola atas penyelenggaraan produk yang dilakukan. Selain itu juga harus memenuhi prinsip-prinsip perlindungan konsumen dan penerapan prinsip syariah bagi BPRS.
POJK No. 26/POJK.03/2021
POJK 26 ini diterbitkan dalam rangka penyempurnaan kerangka manajemen risiko bank umum syariah dalam mengelola konsentrasi risiko yang diselaraskan dengan international best practices serta disesuaikan dengan arah pengembangan nasional. Ketentuan ini juga menyesuaikan terhadap karakteristik perbankan syariah khususnya dalam penggunaan instrumen keuangan syariah.
Lebih lanjut, ketentuan ini juga membuka ruang sinergi yang lebih luas antara bank umum syariah dengan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah, seperti penyaluran dana kepada organisasi sosial, penyaluran dana untuk pembangunan kawasan industri halal, dan penyaluran dana dalam rangka mendukung program pemerintah yang dijamin oleh asuransi syariah. Dengan demikian, diharapkan tercipta integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan Syariah yang lebih masif dan kontributif dalam mendukung pembangunan nasional yang sejalan dengan roadmap perbankan syariah Indonesia 2020-2025.
Selain itu, ketentuan ini juga merupakan harmonisasi dengan ketentuan terkini lainnya antara lain ketentuan di perbankan konvensional, ketentuan mengenai manajemen risiko konsolidasi, dan ketentuan mengenai pelaporan.
Dalam POJK ini, yang dimaksud Penyaluran Dana Besar merupakan Penyaluran Dana kepada individu atau kelompok selain Pihak Terkait sebesar 10 persen atau lebih dari modal inti.
Selanjutnya Batas Maksimum Penyaluran Dana kepada Pihak Terkait secara keseluruhan ditetapkan paling tinggi 10 persen dari modal Bank, sedangkan kepada selain Pihak Terkait ditetapkan paling tinggi 25 persen dari modal inti (tier 1) Bank.
POJK BMPD BUS ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022 dan sekaligus mencabut Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan PBI Nomor 8/13/PBI/2006 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.03/2018 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit atau Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank untuk Mendorong Pertumbuhan Sektor Pariwisata dan Peningkatan Devisa. (susi)