Keuangan

Reformasi Perpajakan dari Masa ke Masa

BISNISBANTEN.COM– Pajak merupakan pilar utama penerimaan negara dalam APBN. Penerimaan perpajakan harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintah, kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur.

Dilansir dari youtube DJP, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi antara tahun 1973 sampai dengan 1980 didukung oleh penerima negara dari ekspor minyak bumi dengan harga jual yang tinggi.

Menjelang berakhirnya masa-masa harga minyak bumi yang tingg, pada akhir 1980 Menteri Keuangan Ali wardana menyampaikan inisiasi reformasi perpajakan jilid pertama untuk menjamin keberlangsungan penerimaan negara yang stabil dan bersumber dari kemandirian bangsa.

Advertisement

Reformasi tersebut difokuskan pada penyusuanan undang-undang perpajakan sesuai dengan alam demokrasi, dan untuk perluasan basis objek perpajakan.

Dengan demikian sistem pemungutan pajak yg semula official assessment kemudian diubah menjadi sistem self assessment.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 1984 dikembangkan dalam rangka melakukan administrasi perpajakan melalui 10 Direktorat kantor pusat yang lebih dari 10 Kanwil setingkat eselon II, dan bentuk kantor di kabupaten/ kota setingkat eselon III, yaitu Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pemeriksanaan Pajak, dan Kantor Pajak Bumi dan Bangunan. Sedangkan untuk pembayaran terpencil dilayani oleh kantor penyuluhan pajak setingkat eselon IV.

Diperiode ini pula DJP meleburkan Kantor Pemeriksa dan Penyediaan Pajak (Karipka), Kantor Pelayanan Pajak Bumi Bangunan (KPPBB), di dalam Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Advertisement

Reformasi pajak jilid II

Pada 2002 dibentuk kantor pelayan pajak wajib pajak besar atau (LTO) sebagai strategi pemantauan penerimaan pajak dengan menumbuhkan wajib pajak besar dalam satu administarsi perpajakan. Hal ini di ikuti pembentukan Kantor Pelayan Wajib Pajak Khusus, Kanyor Pelayanan Wajib Pajak Madya (MTO) dan akhirnya pada 2008 di sahkan seluruh Kantor Pelayanan Wajib Pajak Pratama atau STO.

Tahun 2008 dilakukan pula penyempurnaan UU perpajakan hasil reformasi sektor keuangan yg meliputai UU KUP, PPH, dan PPN.

Di tahun yang sama terdapat aturan tentang pengampunan pajak yanh disebut Sunset Policy. Kebijakan ini memberikan peluang bagi wajib pajak untuk menyampaikan kebutuhan SPT walaupun masih dalam tahap proses pemeriksaan.

Perkembangan administrasi perpajakan selanjutnya diarahkan menuju layanan digital. Fasilitas layanan dan pendaftaran e-registration, layanan pembayaran e-billing, layanan pelaporan e-filling disediakn bagi masyarakat di kota besar atau kota kecil.

Dalam hal pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkarakter di 2012, Kementrian Keuangan (Kemenkeu) telah menetapkan nilai-nilai organisasi DJP.

DJP juga membentuk lembaga internal dalam rangka memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi perpajakan.

Dalam rangka melaksanakan program tahun pembinaan wajib pajak, pada tahun 2015 menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 91/pmk .03/2015 untuk memberi insentif kepada wajib pajak agar pembentukan SPT sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Kebijakan ini juga dikenal sebagai Reinyventing Policy 2015.

Pada tahun 2016, Pemerintah dan DPR mengeluarkan UU nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak atau amnesti pajak. Tujuan terbitnya UU tersebut adalah untuk mewujudkan underground ekonomi jadi aktifitas yang menunjang pertumbuhan ekonomi dengan lebih terarah pada kesejahteraan rakyat. Mendorong reformasi perpajakan yang lebih berkeadilan serta memperluas basis data perpajakan dan penerimaan pajak.

Tindak lanjut pertukaran informasi diwujudkan dengan pemberlakuan Automatic Exchange Of Information (AEOI) antara Indonesia dengan negara treaty partners.

Hal ini dilakukan dalam rangka memperkecil kemungkinan penghindaran pajak melalui transaksi ekonomi lintas negara berdasarkan standar yang diatur oleh OECD.

2017, Reformasi Perpajakn Jilid III

Melalui reformasi ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan institusi untuk menjadikan DJP sebagaii lembaga perpajakn yang kuat, kredible dan akuntable melaluin 5 pilar yaitu Organisasi, SDM, Tekhnologi informasi dan basis data, Proses bisnis dan Peraturan undang-undang.

Implementasi Inisiatif Strategis pada masing-masing Pilar Reformasi Perpajakan diharapkan dapat mewujudkan kondisi yang dapat memberikan daya dukung kepada optimalisasi penerimaan pajak.

Tim reformasi Perpajakan

Tim reformasi perpajakan terbagi 3 pokja.

Pokja satu menangani organisasi dan SDM. Pokja 2  menangani proses bisnis, teknologi informasi dan basis data, serta Pokja 3 yang bertanggung jawab akan perbaikan regulasi.

Ketiga pokja tersebut menangani pengembangan 21 proses bisnis dan mengampul 21 inisiatif strategis. Saat ini DJP sedang berada pada tahap pengadaan sistem administrasi perpajakan dalam rangka pengembangan sistem core tax terintegrasi.

Dengan reformasi perpajakan ini diharapkan menjadi momentum positif pasca proses amnesti yang mampu menciptakan trust masyarakat terhadap DJP.

Pada akhirnya diperlukan komitmen bersama seluruh pegawai dan jajaran di Direktorat Jenderal Pajak untuk turut mensukseskan program reformasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak. (siska)

Advertisement

Susi Kurniawati

Wartawan bisnisbanten.com
bisnisbanten.com