Pertumbuhan Ekonomi Domestik Juga Perlahan Membaik
BISNISBANTEN.COM — Pertumbuhan ekonomi domestik secara perlahan juga membaik, terutama didorong stimulus fiskal dan perbaikan ekspor. Perkembangan Agustus-September 2020 menunjukkan belanja Pemerintah meningkat didorong stimulus fiskal terkait perlindungan sosial dan dukungan UMKM. Ini diungkapkan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur pada Selasa (13/10).
Ekspor lebih baik dari prakiraan ditopang berlanjutnya permintaan global, terutama dari AS dan Tiongkok, untuk beberapa komoditas seperti besi dan baja, pulp dan waste paper, serta tekstil dan produk tekstil (TPT). Secara spasial, perbaikan ekspor juga didorong oleh beberapa daerah luar Jawa, seperti Sumatera, Bali-Nusa Tenggara, dan Sulawesi-Maluku-Papua. Peran positif stimulus fiskal dan kenaikan ekspor serta investasi bangunan yang tetap baik sejalan berlanjutnya berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN), menyangga pemulihan ekonomi, di tengah konsumsi rumah tangga yang masih terbatas. Perbaikan ekonomi Indonesia tercermin pada kenaikan sejumlah indikator dini seperti penjualan eceran dan online, job vacancy, serta pendapatan masyarakat.
Ke depan, pemulihan ekonomi domestik diprakirakan berlanjut dipengaruhi oleh membaiknya perekonomian global serta meningkatnya realisasi anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kemajuan dalam program restrukturisasi kredit, dan berlanjutnya stimulus moneter dan makroprudensial Bank Indonesia. Bank Indonesia melalui bauran kebijakannya akan terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dan otoritas terkait agar berbagai kebijakan yang ditempuh semakin efektif mendorong pemulihan ekonomi.
Ketahanan sektor eksternal Indonesia pada triwulan III 2020 tetap terjaga, di tengah dinamika penyesuaian aliran modal global. Transaksi berjalan triwulan III 2020 diprakirakan mencatat surplus dipengaruhi perbaikan ekspor dan penyesuaian impor sejalan permintaan domestik yang belum kuat. Prakiraan ini didorong potensi kenaikan surplus neraca perdagangan triwulan III 2020 yang relatif besar dibandingkan dengan surplus pada triwulan sebelumnya.
Pada Juli-Agustus 2020, neraca perdagangan mencatat surplus 5,57 miliar dolar AS. Dengan prospek surplus neraca transaksi berjalan tersebut dan surplus neraca finansial, secara keseluruhan neraca pembayaran pada triwulan III 2020 diprakirakan mengalami surplus, meskipun terdapat aliran keluar investasi portofolio asing (net outflows) sebesar 1,24 miliar dolar AS. Pada awal Oktober 2020, aliran masuk modal asing secara berangsur membaik sehingga per 9 Oktober 2020 tercatat net inflows sebesar 0,33 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa Indonesia akhir September 2020 tetap tinggi, yakni 135,2 miliar dolar AS, setara pembiayaan 9,5 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan keseluruhan tahun 2020 diprakirakan tetap rendah, di bawah 1,5% dari PDB, sehingga terus mendukung ketahanan sektor eksternal.
Nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia. Pada September 2020, Rupiah tercatat melemah 2,13% (ptp) dipengaruhi tingginya ketidakpastian pasar keuangan, baik karena faktor global maupun faktor domestik. Pada awal Oktober 2020, nilai tukar Rupiah per 12 Oktober kembali menguat 1,22% (ptp) atau 0,34% secara rerata dibandingkan dengan level September 2020. Penguatan Rupiah pada Oktober 2020 didorong kembali masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan domestik dipengaruhi meningkatnya likuiditas global dan tetap terjaganya keyakinan investor terhadap prospek perekonomian domestik.
Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 12 Oktober 2020 mencatat depresiasi sekitar 5,56% dibandingkan dengan level akhir 2019. Ke depan, Bank Indonesia memandang penguatan nilai tukar Rupiah berpotensi berlanjut seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued. Hal ini didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun, serta likuiditas global yang besar. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap rendah sejalan permintaan yang belum kuat dan pasokan yang memadai. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2020 tercatat deflasi 0,05% (mtm) sehingga inflasi IHK sampai September 2020 tercatat 0,89% (ytd). Secara tahunan, inflasi IHK tercatat rendah yakni sebesar 1,42% (yoy), meskipun lebih tinggi dari inflasi Agustus 2020 sebesar 1,32% (yoy).
Inflasi yang rendah dipengaruhi turunnya inflasi inti sejalan permintaan domestik yang belum kuat serta konsistensi Bank Indonesia mengarahkan ekspektasi inflasi dalam kisaran target dan menjaga stabilitas nilai tukar. Inflasi kelompok volatile food tetap rendah dipengaruhi berlanjutnya penurunan harga bahan pangan seiring permintaan domestik yang belum kuat, pasokan yang memadai sejalan panen di beberapa sentra produksi, distribusi yang terjaga, dan harga komoditas pangan global yang rendah. Selain itu, inflasi kelompok administered prices melambat terutama didorong berlanjutnya penurunan tarif angkutan udara.
Bank Indonesia memprakirakan inflasi 2020 lebih rendah dari batas bawah target inflasi dan kembali ke dalam sasarannya 3,0% ± 1% pada 2021. Bank Indonesia konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna mengendalikan inflasi tetap dalam kisaran targetnya.
Sejalan dengan kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif yang ditempuh Bank Indonesia, kondisi likuiditas tetap longgar sehingga mendorong suku bunga terus menurun dan mendukung pembiayaan perekonomian. Hingga 9 Oktober 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sekitar Rp667,6 triliun, terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp496,8 triliun.
Longgarnya kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 31,23% pada September 2020 dan rendahnya rata-rata suku bunga PUAB overnight, sekitar 3,29% pada September 2020. Kebijakan pelonggaran likuiditas dan penurunan suku bunga kebijakan (BI7DRR) mendorong penurunan suku bunga deposito dan kredit pada September 2020 dari 5,49% dan 9,92% pada Agustus 2020 menjadi 5,18% dan 9,88%. Imbal hasil SBN 10 tahun turun dari 6,93% pada akhir September 2020 menjadi 6,87% per 12 Oktober 2020. Dari besaran moneter, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada September 2020 tetap tinggi, yaitu sebesar 17,6% (yoy) dan 12,3% (yoy).
Ke depan, ekspansi moneter Bank Indonesia serta percepatan realisasi anggaran dan program restrukturisasi kredit perbankan diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional.
Sinergi ekspansi moneter Bank Indonesia dengan akselerasi stimulus fiskal Pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional terus diperkuat. Bank Indonesia melanjutkan komitmen untuk pendanaan APBN Tahun 2020 melalui pembelian SBN dari pasar perdana dalam rangka pelaksanaan UU No.2 Tahun 2020, baik berdasarkan mekanisme pasar maupun secara langsung, sebagai bagian upaya mendukung percepatan implementasi program PEN, dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi.
Sampai dengan 8 Oktober 2020, Bank Indonesia telah membeli SBN di pasar perdana melalui mekanisme pasar sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia 16 April 2020, sebesar Rp60,18 triliun, termasuk dengan skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO) dan Private Placement. Sementara itu, realisasi pendanaan dan pembagian beban untuk pendanaan Public Goods dalam APBN oleh Bank Indonesia melalui mekanisme pembelian SBN secara langsung sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia 7 Juli 2020, berjumlah Rp229,68 triliun. Selain itu, Bank Indonesia juga telah merealisasikan pembagian beban dengan Pemerintah untuk pendanaan Non Public Goods-UMKM sebesar Rp90,88 triliun sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli 2020. Dengan sinergi ini, Pemerintah dapat lebih memfokuskan pada upaya akselerasi realisasi APBN untuk mendorong pemulihan perekonomian nasional. (susi)