KUHP Baru Diyakini Jadi Tonggak Sejarah Pembaharuan Hukum di Indonesia
BISNISBANTENCOM – Kementerian Komunikasi dan Informasi RI bersama Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung Tirtayasa ( Untirta) melakukan Wabinar Sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bersama mahasiswa Fakultas Hukum di Kampus Untirta, Jalan Raya Palima-Cinangka (Palka) Kilometer 3 Desa Sindangsari, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, Selasa (13/12/2922). KUHP baru pun diyakini menjadi tonggak sejarah pembaharuan hukum di Indonesia.
Hadir dan membuka acara Webinar, yakni Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan Direktorat Jenderal (Ditjen) IKP Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI Bambang Gunawan, serta Dekan Fakultas Hukum Untirta Agus Prihartono. Sebagai nara sumber, di antaranya Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Prof Topo Santoso, Akademisi Fakultas Hukum UI Surastini Fitriasih, dan Akademisi Fakultas Hukum Untirta Rena Yulia.
Webinar Sosialisasi KUHP dilaksanakan secara hibrida (luring dan daring) dengan menghadirkan sekira 300 peserta, kombinasi daring dan luring. Peserta berasal dari perwakilan Aparat Penegak Hukum, Akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers/media, organisasi profesi hukum, kelompok pemuka agama, organisasi masyarakat (ormas), mahasiswa, dan organisasi mahasiswa di wilayah Serang, Banten.
Dalam sambutannya, Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan Ditjen IKP Kementerian Kominfo RI Bambang Gunawan mengatakan, selama 104 tahun bangsa Indonesia menggunakan KUHP produk kolonial yang dinilai sudah tidak sesuai jati diri bangsa. Sehingga, sudah sepatutnya pengesahan KUHP baru produk bangsa sendiri menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia.
“Selama 104 tahun kita menggunakan produk hukum pidana yang tidak sesuai adat istiadat, kultur, dan nilai-nilai kebangsaan Indonesia. Maka, sepatutnya kita berbangga mempunyai KUHP produk bangsa sendiri,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Dekan Fakultas Hukum Untirta Agus Prihartono yang meyakini jika pengesahan KUHP pada 6 Desember 2022 lalu menjadi tonggak sejarah pembaruan hukum pidana di Indonesia, setelah terbelenggu selama 104 tahun menggunakan KUHP produk kolonial Belanda. Menurutnya, KUHP yang baru saja disahkan tersebut ibarat bayi baru lahir, meski sudah banyak menimbulkan pro dan kontra. Itu lantaran banyak yang tidak mengetahui isinya secara jelas.
“Yang terpenting KUHP baru itu produk anak bangsa yang disusun oleh pakar-pakar hukum yang disesuaikan dengan kultur bangsa, berbeda dengan KUHP warisan kolonial,” katanya.
Kendati demikian, kata Agus, produk manusia tidak lepas dari kekurangan. Oleh karena itu, produk membutuhkan masukan, saran, juga penjelasan agar menjadi sebuah produk hukum pidana yang sempurna.
“Nah, kegiatan seperti ini penting agar bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak mengerti, termasuk jika akan menyampaikan kritik bisa, menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan faktanya, karena itu cenderung tidak membangun,” ujarnya.
Agus menilai, fase yang dijalani dalam proses penyusunan hingga pengesahan KUHP baru tidak mudah, melainkan sudah melewati banyak rintangan. Mulai dari beberapa kali pergantian kepemimpinan pemerintah hingga proses pembahasannya pada tingkat pakar hukum dan ahli.
“Masa-masa itu sudah terlewati, tinggal bagaimana kita menyempurnakan itu. Karena sudah disahkan, maka bagi yang masih mempertanyakan bisa menempuh jalur hukum. Dan semua produk hukum di masa mendatang, tentu bisa dilakukan revisi dan pembaruan sesuai kebutuan. Begitu pula KUHP ini,” sarannya. (dik/zai)