Kadu Genep, Sentra Tas di Banten, Cari Tahu Yuk!
BISNISBANTEN.COM – Sudah sejak lama kawasan ini dikenal sebagai sentra tas di Banten. Ya, sentra produksi tas Kadu Genep di Petir, Kabupaten Serang, ini bahkan sudah mengirim hasil kerajinan ke penjuru negeri bahkan mancanegara.
Bukan hal sulit menuju kampung ini. Dari jalan utama Petir-Tunjungteja, kira-kira untuk sampai ke lokasi kurang lebih berjarak satu kilometer.
Jalan menuju ke kampung itu sudah baik, di-hotmix dengan lebar 3,5 meter milik Pemerintah Desa Kubangjaya yang menjadi penghubung ke Desa Kadugenep.
Tepat di pertigaan terlihat gapura besar bertuliskan ‘Selamat Datang di Desa Kadugenep Sentra Pembuatan Tas’. Di sinilah para perajin ini tinggal.
Sentra produksi tas di Kadu Genep diinisiasi oleh H Rohman, mantan Kepala Desa Kadu Genep selama dua periode. Ia memulai menjadi perajin tas pada 1997.
Bersama sang kakak, H Ibrah (almarhum), H Rohman memulai menjadi perajin tas dengan modal awal Rp 2,5 juta.
Sebelum menjadi perajin, H Rohman bekerja sebagai pembuat tas di Jakarta dan perusahaan selama lima tahun.
Ia pun mengajarkan sejumlah warga Desa Kadu Genep membuat industri kerajinan tas.
H Rohman mengaku sejak kecil bersama kakaknya bercita-cita ingin menjadikan desanya sebagai daerah industri, meskipun dalam skala kecil.
Awal buka konveksi pada 1997, Rohman bersama kakak dan adiknya itu mengirimkan hasil produksi itu ke toko-toko tas di Banten seperti Rangkasbitung, Pandeglang, Serang, dan Lebak.
Setahun kemudian pada 1998 terjadi krisis moneter. Perusahaan konveksi di Jakarta banyak yang gulung tikar. Namun, perusahaan kecil seperti dirinya saat itu masih bertahan.
Saat itu para perantau warga Desa Kadugenep pun otomatis pulang ke tempat kelahirannya karena banyak konveksi di Jakarta yang bangkrut.
Ini menjadi peluang untuk mengembangkan usaha sekaligus mengurangi pengangguran di kampung tersebut.
Awalnya kebanyakan warga Desa Kadugenep bekerja di Jakarta bukan sebagai buruh pabrik melainkan sebagai penjahit konveksi tas, kaus, dan baju.
Kurang lebih 80 persen warga yang merantau ke ibukota sebagai konveksi.
Pada 1999, H Rohman ini mendapatkan kerja sama kontrak di beberapa negara seperti Korea, Singapura, Vietnam, dan Arab Saudi untuk memproduksi tas. Namun, kerja sama itu hanya sampai 2002 saja.
Setelah habis kontrak, tas-tas Kadugenep terus produksi dan dikirimkan hasil ke berbagai toko di dalam negeri.
Seiring berjalannya waktu, H Rohman membebaskan warga yang bekerja kepadanya konveksinya untuk membuka usaha masing-masing di setiap rumah.
Ini yang membuat usaha tas merambah ke setiap rumah di Kampung Kadugenep, bahkan ke desa tetangga.
Asal tahu, Desa Kadugenep memiliki luas 529 hektare dengan jumlah kepala keluarga (KK) lebih dari 1.750 orang.
Kurang lebih ada sekitar 300 perajin tas di desa ini. Mereka tersebar di tiga RW dari empat RW yang ada.
Desa Kadugenep terdiri atas 17 RT dan empat RW terdiri atas empat kampung, di antaranya Kampung Kadugenep Kidul, Kadugenep Kaung, Kadugenep Pasir, dan Kadugenep Sabrang.
Warga yang murni memproduksi tas, yakni Kampung Kadugenep Pasir dan Kadugenep Sabrang.
Sentra produksi tas ini termasuk yang bertahan setelah diserang pandemi.
Sehari-hari, warga di sini sibuk menjahit tas, memasukkan tas ke dalam wadah plastik, dan aktivitas lain yang berkaitan dengan tas. Berbagai tas diproduksi di rumah-rumah warga.
Para pekerja dengan lincah menjahit satu per satu kepingan tas, sebelum akhirnya disatukan menjadi sebuah tas.
Pembuatan tas tidak berbeda jauh dengan proses pembuatan kaus. Namun sedikit lebih rumit.
Setiap penjahit memegang satu potongan komponen tas yang akan dijahit. Sampai akhirnya komponen tas itu disatukan dan menjadi sebuah tas cantik.
Sebelum pandemi, satu rumah produksi tas di sini bisa membuat gas 1.000 potong per minggu loh.
Untuk bahan baku tas biasanya dikirim dari Tangerang dan Jakarta.
Sejak industri kerajinan tas di Desa Kadu Genep mulai menggeliat, ada perubahan perilaku warga.
Mayoritas warga Kampung Kadugenep membuka usaha pembuatan tas di rumah masing-masing. Mereka terus memproduksi tas untuk dipasarkan di toko-toko.
Produk tas warga Desa Kadugenep kebanyakan dikerjakan secara manual. Meski masih manual, kualitasnya bersaing.
Warga Desa Kadugenep yang memiliki home industry tas di rumahnya itu tidak mau mengambil risiko dengan kerugian besar saat produksi.
Kebanyakan warga setempat memproduksi tas menggunakan sistem cut, make, and trim (CMT) atau hanya mengambil keuntungan dari jasa produksi.
Oh ya, di Desa Kadugenep tidak hanya remaja dan orangtua yang bisa menjahit loh. Anak-anak yang berusia 12 tahun pun sudah bisa menjahit. Luar biasa, bukan? Pernah kesini? (Hilal)