60 Persen Pengguna Pinjol Mayoritas Anak Muda
BISNISBANTEN.COM — Dalam catatan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pengguna Pinjaman Online (Pinjol) ternyata mayoritas anak muda.
60 persen pengguna pinjol di dominasi oleh anak muda atau gen Z yang berusia 19-34 tahun. Sementara sebanyak 40 persen pengguna dewasa di usia 35-54 tahun.
Hal itu diungkapkan oleh Pengawas Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Banten Achmad Zaelani, saat Talkshow Belanja Bijak, Pinjol Terjaga, yang di gelar Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Banten di Hotel Aston Serang, Selasa (17/12/24).
“Kenapa ini bisa terjadi, karena para gen Z ini pemahaman konsep keuangannya masih rendah, mereka konsumtif, enggan menabung, malu jika tidak bergaya,” ungkap Zaelani.
Gen Z ini berperilaku Yolo dan Fomo, menggunakan gadget tapi literasi digitalnya rendah, mudah percaya berita, ikut-ikutan tanpa paham konsekuensinya.
Apa itu Yolo dan Fomo, dan apa bahayanya. Yolo (you only live once) hidup sekali harus senang bergaya. Fomo (fear of missing out) merasa tertinggal apabila tidak ikut trend. Ini mengakibatkan para gen Z ini menjadi konsumtif, boros, tidak punya perencanaan keuangan dengan baik. Pengeluaran lebih besar dari pendapatan atau banyak hutang, menabung hanya jika ada sisa uang.
“Anak-anak muda gen Z ini di sebut Yolo dan Fomo, nggak mau ketinggalan sehingga dia punya kredit konsumtif dan pinjem ke pinjol dan nekadnya lagi dia pinjol uangnya untuk judol (judi online),” terang Zaelani.
Agar tidak terjerat pinjol, lanjutnya, OJK beri beberapa tip sebelum meminjam. Yang pertama pastikan pinjaman pada fintach peer to peer lending yang terdaftar di OJK. Kemudian pinjam sesuai kebutuhan, jangan sesuai keinginan karena keinginan tidak ada batasnya. Pinjam untuk kepentingan yang produktif, pahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan resikonya.
“Kita tahu pinjol ada kontrak digital, jadi baca dan pahami digital kontraknya dengan baik, jangan di next, dan iya-iya aja, yang penting cair, harus di baca dulu baik-baik biar nantinya tidak ada masalah,” jelas Zaelani.
Selain itu, Zaelani juga menjelaskan bahwa, pada 2023 lalu sekitar 3.797.429 masyarakat Indonesia terlibat dalam praktik judi online atau judol. Ini didominasi oleh masyarakat berpenghasilan rendah seperti buruh, petani, ibu rumah tangga (IRT), hingga pegawai swasta yang menyetorkan deposit dengan nominal kecil.
“Mirisnya, pelajar dan mahasiswa pun masuk dalam jeratan judi online. Dengan total deposit sekitar Rp34 triliun dari 3.797.429 orang pada periode 2023. Memang didominasi oleh pria sebesar 85 persen atau sekitar 3.213.630, dan wanita sebesar 15 persen atau 583.799,” jelasnya.
Padahal, lanjut dia, dampak dari permainan judi online tersebut dapat merusak bukan hanya finansial, tetapi kesehatan hingga kehidupan sosial di masyarakat. Bahkan, beberapa pemberitaan baik di televisi maupun di media massa lainnya pun banyak tindak kejahatan yang bermula dari jeratan pinjaman online dan judi online.
“Karena kasusnya cukup banyak, mereka meminjam uang lewat pinjol untuk bermain judol. Dampaknya itu sangat buruk dan luas, bisa kecanduan, terlilit masalah keuangan, kesehatan mental, kriminal, dan hukum,” sambung Zaelani.
Sebelumnya, kata dia, pada periode Februari hingga Maret 2024 lalu satuan tugas pemberantasan aktivitas keuangan ilegal atau Satgas PASTI menemukan 537 entitas pinjaman online ilehal di sejumlah website dan aplikasi, serta 48 konten penawaran pinjaman pribadi atau Pinpri. Kemudian, 17 entitas yang melakukan penawaran investasi atau kegiatan keuangan ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat serta melanggar ketentuan penyebaran data pribadi.
“OJK, melalui Satgas PASTI telah menutup sebanyak 7.567 pinjaman online ilegal, termasuk pinjaman pribadi atau pinpri. Untuk pinjol legal dan diawasi OJK saat ini jumlahnya ada 97,” ujarnya.
Selain itu, OJK juga telah memblokir rekening bank periode September 2023 hingga Juni 2024 sebanyak 5.890 nomor rekening yang terindikasi melakukan aktivitas pinjaman online dan judi online.
“Hal itu dilakukan dalam rangka melaksanakan pengawasan, dan OJK berwenang untuk memerintahkan bank melakukan pemblokiran rekening tertentu,” tutupnya. (Siska)