Satgas PPA Kecam Majelis Hakim PN Serang yang Vonis Bebas Terdakwa Rudakpaksa Anaknya di Waringinkurung

BISNISBANTEN.COM – Satuan Petugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA) Kabupaten Serang mengecam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang yang memvonis bebas terdakwa kasus kekerasan seksual atau rudakpaksa terhadap anak kandungnya di wilayah Kecamatan Waringinkurung pada Kamis 16 Januari 2025. Putusan Majelis Hakim tersebut dinilai mencederai rasa keadilan dan menjadi preseden buruk terhadap penegakkan hukum pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Kecaman itu disampaikan Ketua Satgas PPA Kabupaten Serang Habibah dalam konferensi pers di Aula Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungab Anak (DKBP3A) Kabupaten Serang, Rabu (22/1/2025). Turut mendampingi Kepala DKBP3A Kabupaten Serang Encup Suplikhah, dan Ketua Komisi
Nasional (Komnas) Anak Kabupaten Serang Kuratu Akyun dan jajaran.
Habibah mengatakan, pihaknya mengecam keras putusan Majelis Hakim PN Serang yang membebaskan terdakwa kasus rudakpaksa terhadap anak kandungnya yang dinilai mencederai rasa keadilan dan menjadi preseden buruk terhadap penegakkan hukum pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Apalagi, kata Habibah, pihaknya sudah mendampingi penanganan kasus korban dari sejak sidang pertama sampai sidang kesepuluh.
“Adanya bahasa bebas murni dengan damai musyawarah (putusan hakim vonis bebas terhadap terdakwa-red) kami semua kaget. Seolah kami tidak melakukan apapun. Padahal, kami sudah melakukan berbagai upaya pendampingan terhadap korban. Untuk itu, kami mengecam majelis hakim yang menyatakan bahwasanya pelaku ini bebas murni, ini menjadi perhatian kita semua, khususnya masyarakat Kabupaten Serang,” tegasnya.
Kata Habibah, Satgas PPA merupakan unsur satu kesatuan, dimana di dalamnya ada unsur masyarakat. Sehingga, kata Habibah, terkait kasus pencabulan terhadap anak pihaknya tidak ada toleransi, karena anak-anak merupakan generasi bangsa yang seharusnya dilindungi dan dijaga.
“Siapapun pelakunya, apalagi ini bapak kandungnya, jadi tidak ada toleransi (merujuk harus dihukum seberat-beratnya-red). Semoga upaya kami ini didengar Majelis Hakim dengan adanya pernyataan sikap dari kami,” harapnya.
Atas putusan itu, kata Habibah, pihaknya segera bersurat kepada Komisi Yusdisial sebagai langkah hukum dan bentuk kekecewaan terhadap Majelis Hakim yang memberikan vonis bebas terdakwa.
“Nanti kita bersurat ke Komisi Yusdisial, doakan aja semoga semuanya terpenuhi, karena kita semua di sini membela anak-anak bangsa. Suratnya sesegera mungkin kita mengirimkan,” ujarnya.
Habibah mengakui, usai putusan vonis bebas terhadap terdakwa, pihaknya kesulitan menemui korban dan menjangkau perlindungan kepada korban, karena terganjal dengan keluarganya. Disinggung soal hukum yang seharusnya diterima terdakwa, Habibah mengatakan, dengan ancaman hukum 15 tahun atas kasus pencabulan terhadap anak diharapkan Majelis Hakim bisa menghukum seberat-beratnya terhadap terdakwa.
“Makanya, ini (kasus pencabulan terhadap anak-red) menjadi bahan perhatian kita semua,” tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Komnas Anak Kabupaten Serang Kuratu Akyun menyatakan keprihatinannya terhadap putusan Majelis Hakim PN Serang yang memvonis bebas pelaku rudakpaksa terhadap anak kandungnya sendiri di wilayah Kecamatan Waringinkurung, Kabupaten Serang pada Mei 2024 silam berinisial MS (46 tahun). MS dinyatakan bebas dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang oleh Hakim pada Kamis 16 Januari 2025. Keputusan itu pun menuai sorotan tajam dan keprihatinan dari Komnas Anak Kabupaten Serang yang geram dan menilai putusan tidak selaras dengan prinsip perlindungan anak. Perempuan yang akrab disapa Yuyun itu pun menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap putusan bebas yang dikeluarkan Majelis Hakim PN Serang terhadap terdakwa MS dalam kasus kekerasan seksual atau rudakpaksa terhadap anak kandungnya tersebut. Keputusan itu, dinilai Yuyun, dinilai tidak selaras dengan prinsip perlindungan anak sebagaimana diamanatkan Undang-undang dan rasa keadilan masyarakat. Yuyun pun menyoroti beberapa hal penting yang menjadi dasar keprihatinannya, yakni Majelis Hakim yang menjadikan perdamaian antara korban dan pelaku sebagai salah satu pertimbangan dalam putusannya. Atas pertimbangan itu, Yuyun pun mengingatkan bahwa Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan tegas menyatakan bahwa kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses pengadilan. Perdamaian atau mediasi tidak dapat digunakan untuk menghentikan proses hukum, meringankan hukuman, atau menghapuskan tanggung jawab pidana pelaku.
“Keputusan ini mencederai upaya perlindungan hukum bagi korban dan menimbulkan preseden buruk dalam penanganan kasus serupa,” tukasnya geram.
Yuyun juga menyoroti pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh korban yang turut menjadi bahan pertimbangan dalam putusan bebas MS. Menurut Yuyun, kekerasan seksual terhadap anak adalah delik biasa, bukan delik aduan, sehingga pencabutan BAP tidak membatalkan kewajiban Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memproses kasus tersebut. Oleh karena itu, pihaknya menegaskan bahwa hak anak untuk mendapatkan keadilan tidak boleh diabaikan dan pencabutan BAP tidak boleh menjadi alasan untuk melemahkan posisi korban dalam proses hukum.
“Kasus kekerasan seksual terhadap anak ini kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime,” ujarnya.
Selain itu, Yuyun juga menyoroti pihak Pengadilan yang menyebutkan bahwa laporan kekerasan seksual tersebut didasarkan pada rasa cemburu korban terhadap ibu tirinya. Oleh karena itu, pihaknya mengecam keras narasi tersebut yang dinilai tidak hanya tidak relevan, tetapi juga merendahkan martabat korban dan mengabaikan trauma yang dialaminya.
“Pandangan ini berisiko mengalihkan perhatian dari substansi kasus kekerasan seksual dan memperparah beban psikologis korban,” nilainya.
Atas sorotan itu, kata Yuyun, pihaknya memandang bahwa keputusan PN yang membebaskan terdakwa tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga menghambat upaya perlindungan terhadap anak-anak dari kekerasan seksual. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan beberapa langkah keadilan, mulai dari mendorong JPU untuk mengambil langkah kasasi atas putusan bebas tersebut, mengawasi implementasi UU TPKS dan hukum lainnya untuk memastikan bahwa perlindungan terhadap anak-anak tetap menjadi prioritas.
“Kami juga menyerukan kepada masyarakat, media, dan semua pihak untuk tetap memberikan perhatian pada kasus ini demi memastikan keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan,” pungkasnya. (Nizar)