BISNISBANTEN.COM – Bank Indonesia Banten melakukan ‘Laporan Perekonomian Provinsi Banten Periode November 2021 dan Persiapan Menyambut Natal dan Tahun Baru 2022’ pada Taklimat Media. Kegiatan dalam rangkaian Economic Outlook 2022 yang digelar Ekbispar Pokja Wartawan Banten ini berlangsung di Aston Anyer Beach Hotel, Selasa (14/12/2021).
Banyak hal yang dipaparkan. Erwin Soeriadimaja, Kepala Perwakilan BI Banten memaparkan tentang ekonomi Banten pada triwulan 2021 yang kembali tumbuh lebih tinggi dibandingkan ekonomi regional. Pertumbuhan ekonomi Banten diproyeksi 5-00-5,50 persen. Ini juga dipengaruhi peningkatan domestic demand konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi.
“Kunci pertumbuhan ekonomi di Banten, akselerasi vaksin anak usia 6-11 tahun untuk herd immunity semakin bagus dan pembelajaran tetap muka lebih banyak lagi, pembukaan sektor-sektor prioritas terus berlanjut, dan dukungan perbankan menangkap potensi permintaan domestik,” jelas Erwin di depan para wartawan Ekbispar.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk pertumbuhan perekonomian di Banten antara lain mengundang petani-petani milenial untuk berkontribusi, dan optimalisasi digitalisasi toko pangan.
Erwin juga mengatakan, melihat tanda-tanda yang nampak, bisa disimpulkan kondisi perekonomian saat ini sudah mulai membaik. “Mudah-mudahan 2022 terus membaik, yang penting digitalisasi tetap dilanjutkan,” kata dia.
Mengenai inflasi yang 1,43 persen secara yoy, pada November 2021 ini masih relatif lebih rendah dibandingkan propinsi lain di Pulau Jawa.
Menghadapi 2022 ada beberapa hal yang akan dihadapi. Namun itu semua bukan tanpa solusi.
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 5-5,5 persen, BI Banten beranggapan momentum pertumbuhan perekonomian akan terus berlanjut. Terlebih herd immunity di masyarakat terhadap pandemi semakin bagus, begitu juga sektor strategis. Dari sisi ekspor yang menjadi backbone mengalami kenaikan. Pada sektor lain, pertanian dan UMKM terus terjaga.
Di 2022, beberapa tantangan yang akan dihadapi harus diimbangi dengan akselerasi vaksin pembentukan herd immunity, penerapan prokes berkelanjutan yang harus jadi menu utama di setiap daerah.
Selain itu harus mengantisipasi global imbalances antara negara-negara yang sudah bisa reborn dari dampak krisis. Kelangkaan energi di Tiongkok sebagai penyuplai beberapa bahan baku untuk industri baku menjadi hal menguntungkan. Krisis energi yang tidak dapat diatasi di Tiongkok, membuat permintaan bahan baku dalam negeri seperti baja dan petrokimia mengalami peningkatan.
Hal lain yang juga turut diperhatikan yakni scaling effect atau luka memar. Dampak luka memar dari perjalanan selama 21 bulan pandemi akan sangat menekan banyak sekali industri yang memiliki tenaga kerja.
Permasalahan yang dihadapi di sektor ini, banyak yang di-PHK akibat pandemi. Oleh karena itu kecekatan dari korporasi untuk beroperasi kembali pada level optimal harus didukung dan dapat stimulus supaya terus bergerak. Secara infrastruktur juga terus berjalan dan masih perlu jadi perhatian.
Dari sisi perbankan, Bank Indonesia meningkatkan suku bunga yang diasumsikan sudah fundamental cukup rendah, ini untuk menyeimbangkan demand di masyarakat.
Digitalisasi pun harus terus dikembangkan. Ini melihat tantangan selama 21 bulan pandemi ini, kata Erwin, jika dilihat makin memperlebar disparity antara wilayah selatan dan utara di Banten.
“Selatan tidak boleh tertinggal, tidak hanya fokus di utara saja. Support digitalisasi harus tetep jalan melalui elektronikasi transaksi,” lanjut Erwin.
Tuntutan kepada suistability pertumbuhan ekonomi di 2022 juga tidak lepas dari green economy. Ini untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih sehat.
“Kaum milenial juga sudah semakin terbangun untuk pertumbuhan ekonomi yang suistability. Pengelolaan limbah antara lain meliputi recycling industry merupakan bantuan upaya mewujudkan green economy,” jelasnya.
Tantangan yang dipaparkan ini kata Erwin, bukan hanya akan dihadapi Banten yang berkontribusi 5-6 persen terhadap pertumbuhan perekonomian di Indonesia, melainkan dihadapi Indonesia. (Hilal)