Pelaku Rudakpaksa Anak Kandung di Waringinkurung Divonis Bebas PN Serang, Komnas Perlindungan Anak Ngaku Prihatin

BISNISBANTEN.COM – Pelaku rudakpaksa terhadap anak kandungnya sendiri di wilayah Kecamatan Waringinkurung, Kabupaten Serang pada Mei 2024 silam berinisial MS (46 tahun) dinyatakan bebas dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang pada Kamis 16 Januari 2025. Keputusan itu pun menuai sorotan tajam dan keprihatinan dari Komisi Nasional (Komnas) Anak Kabupaten Serang yang geram dan menilai putusan tidak selaras dengan prinsip perlindungan anak.
Demikian disampaikan Ketua Komnas Anak Kabupaten Serang Kuratu Akyun dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi pada Jumat (17/1/2025). Perempuan yang akrab disapa Yuyun itu pun menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap putusan bebas yang dikeluarkan Majelis Hakim PN Serang terhadap terdakwa MS dalam kasus kekerasan seksual atau rudakpaksa terhadap anak kandungnya tersebut. Keputusan itu, dinilai Yuyun, dinilai tidak selaras dengan prinsip perlindungan anak sebagaimana diamanatkan Undang-undang dan rasa keadilan masyarakat. Yuyun pun menyoroti beberapa hal penting yang menjadi dasar keprihatinannya, yakni Majelis Hakim yang menjadikan perdamaian antara korban dan pelaku sebagai salah satu pertimbangan dalam putusannya. Atas pertimbangan itu, Yuyun pun mengingatkan bahwa Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan tegas menyatakan bahwa kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses pengadilan. Perdamaian atau mediasi tidak dapat digunakan untuk menghentikan proses hukum, meringankan hukuman, atau menghapuskan tanggung jawab pidana pelaku.
“Keputusan ini mencederai upaya perlindungan hukum bagi korban dan menimbulkan preseden buruk dalam penanganan kasus serupa,” tukasnya geram.
Yuyun juga menyoroti pencabutan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh korban yang turut menjadi bahan pertimbangan dalam putusan bebas MS. Menurut Yuyun, kekerasan seksual terhadap anak adalah delik biasa, bukan delik aduan, sehingga pencabutan BAP tidak membatalkan kewajiban Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memproses kasus tersebut. Oleh karena itu, pihaknya menegaskan bahwa hak anak untuk mendapatkan keadilan tidak boleh diabaikan dan pencabutan BAP tidak boleh menjadi alasan untuk melemahkan posisi korban dalam proses hukum.
“Kasus kekerasan seksual terhadap anak ini kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime,” ujarnya.
Selain itu, Yuyun juga menyoroti pihak Pengadilan yang menyebutkan bahwa laporan kekerasan seksual tersebut didasarkan pada rasa cemburu korban terhadap ibu tirinya. Oleh karena itu, pihaknya mengecam keras narasi tersebut yang dinilai tidak hanya tidak relevan, tetapi juga merendahkan martabat korban dan mengabaikan trauma yang dialaminya.
“Pandangan ini berisiko mengalihkan perhatian dari substansi kasus kekerasan seksual dan memperparah beban psikologis korban,” nilainya.
Atas sorotan itu, kata Yuyun, pihaknya memandang bahwa keputusan PN yang membebaskan terdakwa tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga menghambat upaya perlindungan terhadap anak-anak dari kekerasan seksual. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan beberapa langkah keadilan, mulai dari mendorong Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk mengambil langkah kasasi atas putusan bebas tersebut, mengawasi implementasi UU TPKS dan hukum lainnya untuk memastikan bahwa perlindungan terhadap anak-anak tetap menjadi prioritas.
“Kami juga menyerukan kepada masyarakat, media, dan semua pihak untuk tetap memberikan perhatian pada kasus ini demi memastikan keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan,” pungkasnya. (Nizar)