Kisah Sutarno, Sang Perajin Terompet
BISNISBANTEN.COM — Terompet yang merupakan atribut wajib yang digunakan untuk memeriahkan malam pergantian tahun, ternyata proses pembuatannya tidak semudah yang dibayangkan.
Sutarno salah satu perajin terompet yang merupakan warga pendatang dari Madiun Jawa timur yang saat ini bermukim di Cikepuh RT 03 RW 06 Kota Serang tersebut sudah 30 tahun lamanya menjadi perajin terompet.
“Bikin-bikin terompet ini cuma musiman aja, kebetulan tahun ini bareng dengan perayaan maulid nabi, jadi lumayan double pesanannya,” katanya saat diwawancarai di rumahnya. Senin (25/12).
Sutarno yang selama ini tinggal di rumah kontrakan yang hanya beratapkan papan kira-kira 2×3 meter tersebut tetap gigih mencari nafkah demi anak istrinya yang ia tinggal di kampung. “Kalau hari-hari biasa saya jualan jamu keliling naik motor aja, tapi kalau lagi bikin terompet, jualan jamunya libur dulu,” katanya.
Untuk setiap harinya, ia mengaku pesanan terompet yang ia selesaikan tidak menentu. Hal tersebut dikarenakan tergantung jumlah permintaan saja. “Ini kan sebelumnya memang saya sudah bikin dulu, dari bulan September sudah saya pasok ya kira-kira 2.000 terompet saya buat. Tapi kalau untuk setiap harinya berapa yang dibikin itu tergantung pesanan, kalau pasokannya sudah habis ya paling bikin 500 terompet,” ujarnya.
Sementara itu, lanjut Tarno, macam-macam jenis terompet yang ia buat tersebut terdiri dari beraneka macam diantaranya naga, frozen, pokemon, dan terompet biasa. “Kalau harga dari saya selaku agen itu yang termurah harga Rp 2.000 nanti bisa dijualnya terserah pedagang ada yang Rp 7.000, tapi kalau yang paling mahalnya Rp 6.000 bisa dijualnya Rp 10.000 sampai Rp 15.000,” jelasnya.
Selama ini, menurutnya ia tidak mengambil keuntungan yang cukup besar. Rata-rata permusim keuntungannya hanya berkisar 1-2juta rupiah. “Disini semua perajin juga ambil barangnya dari Jakarta, kalau disini enggak ada bahannya. Kertas karton ya juga karton murni, sama plastik emas-emas ini juga harus dari Jakarta,” katanya.
Ia mengaku, ditempatnya ini memang sudah dikenal sebagai kampung perajin terompet. “Disini yang tinggal dikontrakan kebanyakan pendatang dari Jawa dan menjadi perajin terompet,” tutupnya.
(GAG/NUA)
Penulis : Wirda Garizahaque
Editor : Nurzahara Amalia