Regulasi

Kejar Target Realisasi Rancangan Undang-Undang Penilai, DJKN Gelar Konsultasi Publik

BISNISBANTEN.COM – Untuk merealisasikan Undang-Undang Penilai dapat terwujud segera seperti yang diharapkan, DJKN Kantor Wilayah Banten menggelar Konsultasi Publik.

Bertempat di lantai 4 Gedung DJKN Kantor Wilayah Banten di Jalan Diponegoro, Kota Serang, Banten, kegiatan yang digelar daring dan luring ini berlangsung Senin (25/7/2022) mulai pukul 09.00-12.WIB.

Petrus Teguh F, PFPP Ahli Madya, salah satu pembicara, menjelaskan tentang kenapa harus ada RUU Penilai?

Advertisement

Urgensi RUU Penilai ini dijelaskan Petrus, untuk mendukung pembentukan pusat data transaksi properti, mendukung optimalisasi penerimaan negara, memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi masyarakat, serta mendukung upaya pencegahan krisis ekonomi.

Petrus juga menjabarkan progres RUU Penilai yang ternyata sudah digagas sejak 2009 dan masuk dalam prolegnas 2009-2014. Selanjutnya pada 2015, RUU Penilai masuk dalam prolegnas 2015-2019. Dan pada 2022 masuk prolegnas 2020-2024 dan telah dibentuk tim panitia.

Urgensi RUU Penilai ini menurut Petrus sesuai nawacita. Antara lain nawacita 2 yakni membuat pemerintah untuk selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintah yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.

“Juga nawacita 4, membuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat serta terpercaya. Serta nawacita 7 mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik,” terang Petrus.

Advertisement

Menurut Petrus, ada 5 profesi yg terkait dengan kegiatan pada sektor perbankan dan pasar modal, yakni advokat, notaris, penilai, akuntan, dan keinsinyuran. Dari kelima profesi dimaksud, baru ada empat profesi yang sudah ada UU-nya. Yakni advokat dengan UU no 18 tahun 2003, notaris dengan UU no 2 tahun 2014, akuntan dengan UU no 5 tahun 2011, dan keinsinyuran dengan UU no 11 tahun 2014. Sedangkan Penilai belum memiliki UU.

“Ini salah satu urgensi kenapa perlunya digoalkan RUU penilai menjadi UU. Kegiatan yang membutuhkan peran penilai antara lain pasar modal dan perbankan. Indonesia merupakan salah satu negara yang belum memiliki UU penilai di kawasan asia,” imbuh Petrus.

Nafiantoro A.S., Kasubdit Standarisasi Penilai Bisnis, pembicara lainnya dalam Konsultasi Publik ini menjelaskan draft terakhir RUU Penilai yang telah menampung aspirasi konsultasi di 34 propinsi dan 3 propinsi baru di Indonesia. Meliputi unsur akademisi, praktisi, perbankan, dan pemerintahan.

Nafi memaparkan isu utama meliputi jenis penilai, standard kompetisi penilai mencakup pendidikan kompetensi yakni pusdiklat, kampus, dan organisasi profesi serta penilai yang meliputi penilai publik, penilai pemerintah, dan penilai berizin.

“Penilai internal misalnya kalau di perbankan masuk kategori penilai publik. Sementara penilai publik adalah penilai yang berasal bukan dari ASN yang telah ditetapkan menteri. Sedangkan penilai pemerintah adalah ASN yang diberi wewenang oleh pejabat berwenang,” tukasnya saat menjelaskan materi di depan audiens.

Nuning SR Wulandari, Kepala Kanwil DJKN Banten menjelaskan, tujuan konsultasi publik ini adalah untuk menjaring masukan atas draft RUU Penilai dari masyarakat serta stakeholder.

Menurutnya, ini merupakan inisiasi pemerintah untuk menunjukkan bagaimana pemerintah berkomitmen dan bagaimana para penilai ini sangat diharapkan ke depannya dan menjadi tonggak sejarah.

“Dengan adanya undang-undang penilai tersebut dan ini pastinya akan menjadi kemudahan bagi para penilai dan juga ke depannya menjadi payung hukum yang sangat dibutuhkan oleh para penilai. Dengan adanya RUU Penilai memberikan satu komitmen dan penghargaan tinggi yang secara valid bisa dipertanggungjawabkan,” terang Nuning.

Melalui Konsultasi Publik ini Nuning mengaku, mendapat masukan dari peserta yang hadir antara lain terkait SDM dan safety conduct yang bisa dimasukkan dalam RUU Penilai.

“Acara seperti ini sangat baik sekali karena dengan secara hybrid tidak hanya dengan secara daring, secara fisik kita tahu bagaimana respon secara langsung, itu yang kita inginkan,” imbuh Nuning.

Follow up kegiatan ini, lanjut Nuning, penilaian masih terus berjalan sesuai yang dijalankan selama ini. “Dengan adanya RUU ini dan disahkan akan semakin memperkuat, ada dasar hukum dan ada payung hukumnya,” kata Nuning lagi, yang ditemui seusai acara.

Arik Hariyono, MAPPI (Cert), Direktur Penilaian menambahkan, kendala utama terkait RUU Penilai ini melingkupi banyak pihak.

“Kalau disederhanakan jadi dua kelompok besar yang berkaitan dengan pemerintah dan publik. Di pemerintah juga banyak sekali ragamnya, sementara di publik kami belum menemukan titik sepakat. Harapannya sekarang, kita dengan Dewan Pengurus Nasional Masyarakat Profesi Penilaian Indonesia dan juga teman-teman di Kementerian/ Lembaga ini sudah merapatkan barisan,” terang Arik.

Harapannya kata dia, melihat urgensi dari RUU Penilai yang sedemikian pentingnya, mengingat banyak transaksi bukan hanya puluhan bahkan ratusan triliun jumlahnya, maka memerlukan payung hukum.

“Dan ini juga sudah kami konsultasikan khususnya kepada stakeholder, akademisi juga dan pakar pakar hukum. Tujuan utama RUU ini untuk masyarakat, bagaimana kita memberikan kenyamanan dalam penilaian. Kepastian hukum itu menjadi tujuan bersama,” pungkas Arik. (Hilal)

Advertisement

Hilal Ahmad

Pembaca buku-buku Tereliye yang doyan traveling, pemerhati dunia remaja yang jadi penanggung jawab Zetizen Banten. Bergelut di dunia jurnalistik sejak 2006.