Analisis Tingkat Kemiskinan dan Tingkat Pengangguran di Lebak
PANDEMI COVID-19 BELUM BERAKHIR
Kasus Covid-19 pertama kali muncul pada awal bulan Maret 2020. Covid-19 menyebabkan banyak kematian. Indonesia menempati urutan ketiga dengan jumlah kematian terbanyak di Asia (Worldometer, 2020). Untuk mencegah makin meluasnya penyebaran Covid-19, Indonesia memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terutama di pulau Jawa. Sejumlah kegiatan yang melibatkan aktivitas publik dibatasi seperti kegiatan perkantoran atau instansi, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan transportasi umum.
Penyebaran Covid-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan tetapi berdampak juga pada sektor perekonomian. Dampak yang luar biasa terhadap sektor ekonomi yaitu sisi permintaan (demand) dan sisi penawaran (supply). Pertumbuhan ekonomi baik nasional maupun regional mengalami kontraksi.
PEREKONOMIAN BELUM SEPENUHNYA MEMBAIK
Pandemi Covid-19 merupakan salah satu disruptor perekonomian, bahkan sampai gelombang ketiga, perekonomian masih bergantung kepada pengendalian pandemi yang dilakukan oleh pemerintah. Tahun 2020 ekonomi tumbuh negatif, baru pada tahun 2021 ekonomi mengalami pemulihan akibat dari kebijakan fiskal dan moneter yang baik. Hal ini terlihat dari turunnya dana stimulus dalam usaha perbaikan ekonomi, PPKM, lancarnya program vaksinasi serta harga komoditas gas dan batu bara yang membaik.
TINGKAT PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN NYARIS TIDAK BERUBAH
Krisis di sektor kesehatan karena pandemi Covid-19 turut mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada bulan April 2020 menurunkan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga mempengaruhi pendapatan dan konsumsi masyarakat. Hal ini terlihat dari angka kemiskinan pada bulan September 2020 yang meningkat bila dibandingkan dengan pada bulan Maret 2020. Telebih jika dibandingkan dengan persentase dan jumlah penduduk miskin 10 tahun terakhir yang semakin menurun.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi dampak pandemi yang dirasakan masyarakat. Pada tahun 2020 pemerintah pusat telah menganggarkan Rp695,2 triliun untuk membiayai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bertujuan untuk menjaga tingkat konsumsi masyarakat di masa pandemi.
Sampai dengan akhir tahun 2020 pemerintah pusat telah merealisasikan program PEN sebesar 72 persen untuk pemulihan ekonomi melalui pemberian stimulus yang hasilnya mulai dirasakan oleh masyarakat level paling bawah yang paling rentan terdampak akibat pembatasan kegiatan ekonomi. Jumlah dan persentase penduduk miskin secara total pada bulan Maret 2021 (0,384) menurun dibandingkan dengan bulan September 2020 (0,385).
Di sisi lain, jumlah penduduk usia kerja yang terdampak pandemi Covid-19 juga menurun. Pada bulan Februari 2021 jumlah penduduk usia kerja sebesar 19,10 juta orang menurun dibandingkan dengan bulan Agustus 2020 sebesar 29,12 juta orang. Penurunan terbesar terjadi pada jumlah orang yang bekerja dengan pengurangan jam kerja akibat pandemi (8,31 juta orang). Dilihat dari sisi tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan utama, jumlah kelompok buruh, karyawan dan pegawai tidak tetap/tidak dibayar dan pekerja keluarga/tidak dibayar jumlahnya menurun. Kelompok pekerja ini merupakan pekerja yang mengalami dampak pandemi akibat pengurangan jumlah pekerja atau penduduk yang masuk ke angkatan kerja dengan tujuan untuk membantu perekonomian keluarga yang terdampak pandemi.
Kelompok tenaga kerja ini bukan merupakan kelompok dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan berupaya untuk menyambung hidup dengan membuat usaha baru dan masih berskala mikro.
TINGKAT KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI LEBAK
Pandemi Covid-19 berdampak terhadap segala segi kehidupan masyarakat. Tak terkecuali dampak terhadap ketenagakerjaan dan pengangguran di Kabupaten Lebak. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, angka kemiskinan di Kabupaten Lebak naik sejak tiga tahun terakhir atau sejak merebaknya pandemi Covid-19. Pada tahun 2019, sebelum Covid-19, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Lebak tercatat 107.930 jiwa atau 8.30 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp298.201,- per kapita per bulan. Tahun 2020 jumlah penduduk miskin naik menjadi 120.830 jiwa atau 9,25 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp334.500,- per kapita per bulan. Tahun 2021 jumlah penduduk miskin naik menjadi 134.750 jiwa atau 10,29 persen dengan garis kemiskinan Rp358.479,- per kapita per bulan. Tahun 2022 jumlah penduduk miskin menurun menjadi 117.220 jiwa atau 8,75 persen dengan garis kemiskinan Rp380.681,-
Sedangkan angka pengangguran pada tahun 2021 berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Lebak menurun yaitu 49.970 orang atau 7,86 persen. Padahal pada tahun 2020 angka pengangguran mencapai 9,76 persen dan tahun 2019 angka pengangguran mencapai 8,05 persen.
Tabel 1. Analisis Tingkat Kemiskinan dan Pengannguran di Kabupaten Lebak
Indikator | 2019 | 2020 | 2021 | 2022 |
Tingkat Kemiskinan | 8,30 | 9,25 | 10,29 | 8,75 |
Tingkat Pengangguran | 8,05 | 9,63 | 7,86 | 8,55 |
Ketika tingkat pengangguran naik, maka tingkat kemiskinan juga naik dan ketika tingkat pengangguran menurun maka tingkat kemiskinan juga ikut turun. Dalam teori, selalu ada hubungan antara pengangguran dan kemiskinan karena masyarakat yang menganggur tidak mempunyai penghasilan dan pengaruhnya adalah menjadi miskin. Namun berdasarkan Tabel 1. pada tahun 2021 terdapat anomali dimana tingkat kemiskinan naik (10,29) tetapi tingkat pengangguran malah menurun (7,86).
Agar dipahami bahwa konsep kemiskinan telah diterima sebagai fenomena multidimensional oleh berbagai disiplin ilmu dan bahkan telah dimasukkan ke dalam agenda pembangunan, pengukuran dan pengaplikasiannya secara multidimensi masih terbatas. Pengukuran kemiskinan lebih terfokus pada pengukuran kemiskinan dalam hal pendapatan (income) atau pengeluaran (expenditure). Ukuran kemiskinan untuk melihat fenomena kemiskinan di suatu daerah adalah insiden kemiskinan. Insiden kemiskinan diartikan sebagai persentase penduduk yang memiliki pendapatan kurang dari jumlah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup.
Kemiskinan memiliki banyak dimensi selain dimensi pendapatan. Kemiskinan dapat dilihat dari peluang memperoleh kesehatan dan umur panjang, peluang memiliki pengetahuan dan keterampilan. Kemiskinan sangat terkait dengan sempitnya kesempatan seseorang dalam menentukan pilihan-pilihan dalam hidup. Jika kemiskinan berkaitan dengan semakin sempitnya kesempatan yang dimiliki, maka pembangunan manusia adalah sebaliknya. Konsep pembangunan manusia adalah memperluas pilihan manusia (enlarging choice) terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan kemampuan daya beli.
Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Pengangguran dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, yaitu pengangguran friksional, struktural dan konjungtur. Sedangkan jenis-jenis pengangguran berdasarkan ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
- Pengangguran Terbuka. Terjadi karena pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga banyak tenaga kerja yang tidak memperoleh pekerjaan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pengangguran terbuka adalah penduduk yang telah masuk dalam angkatan kerja tetapi tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, serta sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
- Pengangguran tersembunyi. Kondisi dimana jumlah tenaga kerja lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan. Kelebihan jumlah tenaga kerja menyebabkan kegiatan tidak berjalan merata, sebagaian bekerja dan sebagaian tidak bekerja.
- Pengangguran Musiman. Pengangguran yang terjadi pada masa-masa tertentu dalam satu tahun. Fenomena ini bisa terjadi pada sektor pertanian dimana petani akan mengaggur saat menunggu masa tanam dan saat jeda antara musim tanam dan musim panen.
- Setengah Menganggur. Tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena ketiadaan lapangan kerja atau pekerjaan, atau pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), di Indonesia jam kerja normal adalah 35 jam seminggu.
ANOMALI KORELASI ANTARA TINGKAT KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN
DI LEBAK
Pengangguran dapat mempengaruhi kemiskinan dengan berbagai cara. Jika rumah tangga tersebut memiliki batasan likuiditas (yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini) maka pengangguran akan secara langsung mempengaruhi kemiskinan baik yang diukur dari sisi pendapatan (income poverty rate) maupun kemiskinan yang diukur dari sisi konsumsi (consumption poverty rate). Jika rumah tangga tersebut tidak menghadapi batasan likuiditas (yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini) maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek.
Berdasarkan data Tabel 1. diatas tingkat kemiskinan dan pengangguran di Kabupaten Lebak justru terjadi anomali dimana pada tahun 2021 tingkat kemiskinan (10,29) meningkat dibanding tahun 2020 (9,25) tetapi tingkat pengangguran (7,86) menurun dibanding tahun 2020 (9,63). Secara umum selama Covid-19 (2019 – 2020) berdampak pada naiknya tingkat kemiskinan di Kabupaten Lebak, namun lain halnya dengan tingkat pengangguran dimana pada tahun 2021 terjadi penurunan yang sangat signifikan. Untuk mengetahui penyebabnya, perlu menggali fenomena ketenagakerjaan yang terjadi ditengah situasi pandemi di Kabuapten Lebak.
- Tenaga Kerja di Sektor UMKM
Berdasarkan rilis BPS Provinsi Banten (Provinsi Banten Dalam Angka 2022) bahwa sebagian besar perusahaan industri mikro dan kecil berada di Kabupaten Lebak (27,70%) dan di Kabupaten Pandeglang (19,05%). Industri sedang/menengah mempekerjakan 20 – 99 orang pekerja, industri kecil mempekerjakan 5 – 19 orang pekerja dan industri mikro mempekerjakan 1 – 4 orang tenaga kerja. Kehadiran industri mikro dan kecil dianggap mampu memeratakan perekonomian dan menyerap tenaga kerja di daerah. Apalagi jumlah total UMKM di Kabupaten Lebak perkembangannya cukup signifikan sehingga memiliki peran besar dalam menyumbang perekonomian yang merata di wilayah Lebak. Warga Lebak banyak yang bekerja di bidang informal seperti UMKM dan bidang infromal lainnya.
Tabel 2. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kabupaten Lebak
Jenis Usaha | 2019 | 2020 | 2021 |
UMKM | 50.149 | 56.638 | 58.000 |
Di Kabupaten Lebak banyak berkembang kelompok UMKM dengan jenis dan skala usaha yang beragam. Mengingat besarnya potensi UMKM dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di daerah, pemerintah Kabupaten Lebak berkomitmen untuk memberdayakan UMKM di tengah pandemi Covid-19 untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi. Pembinaan dilakukan secara man to man dengan mendatangi langsung pelaku UMKM. Pemberdayaan juga dilakukan dengan meningkatkan kualitas kemasan produk agar lebih menarik konsumen. Selain itu pelaku UMKM juga mendapakan sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh MUI Banten, kemudahan proses perizinan usaha IRT dan izin dari BPOM.
Berdasarkan data UMKM Kabupaten Lebak tahun 2021 sebanyak 172.000 unit usaha dan 58.000 unit usaha yang aktif mampu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran,
- Pengupahan di Sektor UMKM
Ketentuan pengupahan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang otomatis mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Bagi usaha mikro dan kecil, ketentuan mengenai upah minimum tersebut dikecualikan bagi mereka. Upah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan dengan ketentuan paling sedikit sebesar 50 persen dari rata-rata konsumsi masyarakat di tingkat provinsi dan paling sedikit 25 persen diatas garis kemiskinan di tingkat provinsi. Usaha mikro dan kecil diwajibkan memepertimbangkan faktor mengandalkan sumber daya tradisional dan tidak bergerak pada usaha dengan teknologi tinggi dan tidak padat modal.
Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2008, usaha mikro adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih maksimal Rp50 juta dengan omzet paling banyak Rp300 juta per tahun. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta dengan omzet antara Rp300 juta sampai dengan Rp2,5 milyar per tahun.
Secara umum, upah pekerja UMKM sama dengan pekerja pabrik besar yaitu didasarkan pada satuan waktu. Bedanya adalah perusahaan besar membayar upah bulanan sedangkan UMKM banyak yang menerapkan upah per jam, upah harian dan upah bulanan. Penghasilan yang diterima pekerja UMKM mungkin belum mencukupi kebutuhan hidupnya (miskin) tetapi mereka bukan pengangguran. Seiring dengan meredanya pandemi Covid-19 dan membaiknya kondisi perekonomian diharapkan pendapatan pekerja juga ikut meningkat.
–oOo–
Disusun oleh Edi
Kepala Seksi Veraki KPPN Rangkasbitung
Catatan
Artikel ini merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili
pandangan instansi dimana Penulis bekerja.