Sosok

Haji Endang, Crazy Karawang di Balik Jembatan Perahu, Begini Kisahnya!

BISNISBANTEN.COM – Beberapa hari ini mama Haji Endang viral karena membeli satu unit mobil Pajero Sport dengan uang pecahan koin Rp500.

Belum lagi, ia mendatangi showroom mobil di Cikampek, Karawang, Jawa Barat dengan menggunakan sandal jepit dan celana pendek.

Keseluruhan uang receh untuk membeli Pajero Sport ini mencapai berat satu ton. Mobil Pajero ini sebagai hadiah ulang tahun sang istri pria. Siapakah Haji Endang?

Advertisement

Pria berusia 62 tahun ini ternyata pemilik Jembatan Perahu di Karawang. Jembatan yang sudah ada sejak 2010 ini menghabiskan modal Rp5 miliar dan dirangkai dari 11 perahu.

Sebanyak 11 perahu ini dirangkai dengan jarak sekitar 1,5 meter. Masing-masing perahu diberi tali pengaman yang digantung.

Juga ada ban pelampung di setiap sisi sebagai antisipasi. Jika air naik, maka jembatan ditambah satu rangkaian yang terdiri dari dua perahu.

Muhammad Endang Junaedi, pemilik jembatan penyeberangan perahu di Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang.(KOMPAS.COM/FARIDA)

Pemilik nama Muhammad Endang Junaedi ini menjadi perintis jembatan Rumambe, jembatan dengan konsep unik yang memudahkan warga Desa Anggadita, Kecamatan Klari dan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel yang terpisah oleh derasnya sungai Citarum menyeberang.

Advertisement

Berkat jembatan ini, warga di kedua desa tidak perlu kesusahan memutar jalan maupun menyebrangi sungai Citarum tanpa bantuan.

Jembatan ini merupakan permintaan seorang tokoh Desa Rumambe. Dari pertemuan pada 2010, Haji Endang mendapatkan sebuah konsep jembatan yang dihubungkan dengan perahu yang mengapung.

Dulu sebelum ada jembatan, kawasan ini tempat menyeberang kerbau. Karena jalan buntu, kampung ini sebelumnya terisolasi.

Keberadaan jembatan Rumambe menghemat waktu hingga 20 menit dalam menyebrang sungai Citarum yang deras.

Retribusi untuk melewati jembatan hanya Rp1.000 untuk pejalan kaki dan Rp2.000 untuk sepeda motor. Kendaraan roda empat seperti mobil dilarang melewati jembatan.

Pada 2014, jembatan ini pernah karam. Haji Endang harus tiga kali mengganti perahu kayu. Kejadian ini membuat Haji Endang dan pekerjanya memutar otak untuk memikirkan konsep jembatan penyeberangan yang aman.

Ia pernah tiga kali mengganti perahu kayu. Kemudian teranyar menggunakan besi alias perahu ponton.

Jembatan perahu ponton ini menghasilkan omzet Rp20 juta per hari. Wow. Wajar ya kalau Haji Endang mampu membeli Pajero Sport dengan mengumpulkan koin gopek hanya dalam waktu empat bulan.

Pemasukan tersebut dipakai untuk biaya operasional sebesar kurang lebih Rp 8 juta per hari. Meliputi perawatan, penerangan, hingga upah pekerja.

Awalnya, Haji Endang bercerita, tak niat berbisnis dan hanya ingin menolong warga. Namun setiap hari ribuan karyawan pabrik hingga warga melintasi jembatan penyeberangan itu.

Sejak jembatan penyeberangan itu dibangun, ekonomi di sekitarnya pun turut tumbuh. Banyak warga berjualan di pinggir jalan.

Haji Endang juga merekrut 40 warga sebagai pekerjanya. Usianya pun tak dibatasi. Gajinya bervariasi. Ada yang UMK ada yang tidak. Tergantung lama kerja dan rajin tidaknya. (Hilal)

Advertisement

Hilal Ahmad

Pembaca buku-buku Tereliye yang doyan traveling, pemerhati dunia remaja yang jadi penanggung jawab Zetizen Banten. Bergelut di dunia jurnalistik sejak 2006.