Keuangan

Digitalisasi Lembaga Keuangan pada 2022, Ini Tantangannya!

BISNISBANTEN.COM – Kehadiran OJK di Economic Outlook 2022 membahas digitalisasi lembaga keuangan pada 2022. FA Purnama Jaya, Deputi Direktur Informasi, Dokumentasi, dan EPK Kantor OJK Regional 1 DKI Jakarta dan Banten menjelaskan potensi digitalisasi di Indonesia.

Menurutnya, potensi tersebut antara lain meliputi kebutuhan pengalaman keuangan, Fintech yang mencakup seluruh jenis layanan jasa keuangan, dan banking business model yang berfokus pada pelanggan.

“Saat ini konsumen mengharapkan pengalaman keuangan mereka menjadi mobile, personalized, customizable, dan accessible,” jelas Purnama di kegiatan tahunan Pokja Wartawan Banten Ekbispar yang berlangsung Selasa-Rabu (14-15/12/2021) di Aston Anyer Beach Hotel, Kabupaten Serang, Banten.

Advertisement

Potensi digitalisasi lembaga jasa keuangan (LJK) di Indonesia lanjut Purnama, juga mencakup kebutuhan transaksi keuangan digital.

Sepanjang 2020, imbuh Purnama, Google Indonesia mencatat peningkatan jumlah masyarakat Indonesia yang melakukan pencarian di Google terkait pembukaan rekening online, tabungan online, dan lain-lain.

“Transformasi instruktural perbankan dengan memperbesar skala usaha dan penguatan daya saing melalui transformasi layanan menjadi kunci. Salah satu di antaranya dengan melakukan akselerasi layanan digital,” tegas Purnama.

Keberadaan layanan bank digital di era digitalisasi meliputi digital channel, digital branch, dan penggunaan perangkat elektronik terkini lainnya. Bisnis perbankan ke depan, menurut Purnama, berbentuk bank centerred, bank ecosystem, dan platformication.

Advertisement

Akibat transformasi digital bank ini menurutnya, membuat perbankan mulai mengurangi pembukaan kantor cabang sejak 2015. Pandemi Covid-19 mendorong peningkatan layanan digital perbankan, ini terlihat volume dan nominal delivery channel yang meningkat.

Mengenai tantangan digitalisasi perbankan, Purnama menyebut banyak hal. Antara lain perlindungan dan pertukaran data pribadi nasabah yang belum dijamin undang-undang, resiko kebocoran data, resiko strategis investasi IT yang tidak sesuai strategi bisnis, resiko serangan siber, resiko pihak ketiga, dan infrastruktur jaringan komunikasi.

Tantangan lainnya meliputi regulatory framework yang tidak kondusif, resiko penyalahgunaan teknologi, serta kesiapan organisasi dalam mendukung transformasi digital. Baik meliputi talent, leader digital, budaya, sampai desain organisasi.

“Di sini pentingnya sinergi dan kolaborasi untuk menciptakan perbankan yang kuat, berdaya saing, dan kontributif,” kata Purnama.

Ditanya sejak kapan digitalisasi lembaga keuangan ini terjadi? Purnama menjawab, digitalisasi ini merupakan suatu proses yang memaksa kita yang tidak mungkin melakukan secara manual.

“Sejak itulah kebutuhan digitalisasi itu perlu. Pandemi mentrigger digitalisasi, tapi digitalisasi sudah ada sejak sebelum pandemi,” tukas Purnama. (Hilal)

Advertisement

Hilal Ahmad

Pembaca buku-buku Tereliye yang doyan traveling, pemerhati dunia remaja yang jadi penanggung jawab Zetizen Banten. Bergelut di dunia jurnalistik sejak 2006.