Main-main ke Museum Multatuli, Ini yang Bisa Kamu Dapat!
BISNISBANTEN.COM — Kabupaten Lebak, Banten sangat tahu dalam mengelola potensi khazanah literasi dari wilayahnya yang mendunia. Ya, setelah Saidjah Adinda dijadikan sebutan untuk para duta wisata seperti Abang None Jakarta, juga ada Museum Multatuli. Pernah ke tempat ini? Mari cari tahu.
Terletak di pusat kota, tak jauh dari Alun-alun Rangkasbitung di sinilah Museum Multatuli berada. Ini merupakan museum yang mengenang tokoh Belanda penolak kolonialisme.
Dengan luas 1.842 meter persegi, Museum Multatuli berdiri di bangunan bekas Kewedanan Rangkasbitung tahun 1930-an di Alun-Alun Timur No. 8 Rangkasbitung, Lebak, Banten. Lokasinya gampang dijangkau, berada di sisi kanan Kantor Bupati dan berdampingan dengan Perpustakaan Saidjah dan Adinda, perpustakaan daerah terbesar di Banten.
Di sini, terdapat banyak barang bersejarah milik Edward Dowes Dekker, pemilik nama asli Multatuli. Ia dikenal dengan bukunya Max Havelaar. Di sinilah kisah kolonialisme di Lebak diangkat, termasuk kisah cinta Saidjah dan Adinda.
Novel Max Havelaar edisi pertama yang masih berbahasa Perancis (1876) bisa dijumpai di sini. Begitu pula tegel bekas rumah Multatuli, litografi atau lukisan wajah Multatuli, peta lama Lebak, arsip-arsip Multatuli, dan buku-buku lainnya.
Di sini juga diperlihatkan bukti fisik, surat-menyurat Multatuli dengan pejabat Hindia Belanda tentang kondisi masyarakat Lebak, foto-foto, serta novel Max Havelaar terbitan pertama.
Di museum ini ada tujuh ruangan yang terbagi menjadi empat tema. Yakni sejarah kedatangan kolonialisme ke Indonesia, Multatuli dan karyanya, sejarah Lebak dan Banten, serta perkembangan Rangkasbitung di masa sekarang.
Konten-konten di museum ini dibuat secara interaktif dan informatif, seperti ruangan audiovisual, serta labirin. Pada bagian luar museum terdapat monumen interaktif Multatuli, Saidjah, dan Adinda.
Meskipun tidak terlalu luas, tata ruang yang dibuat labirin membuat pengunjung dapat menikmati ruang secara leluasa. Terlebih lagi saat pandemi seperti sekarang ini. Pengunjung yang tidak terlalu banyak, membuat siapapun yang datang tidak khawatir.
Perlengkapan modern di tempat ini membuat pengunjung kalangan muda merasa tidak teralienasi dari kehidupan masa sekarang yang serba digital. Di sini bisa melihat dan mendengarkan sejarah dengan peralatan modern, mulai layar LCD dan alat headset.
Ini sesuai tujuan Museum Multatuli dihadirkan yakni untuk menyediakan berbagai informasi yang luas, seperti sejarah, pengetahuan, artefak, buku-buku, foto, podcast, infografis, multimedia, dan gambar.
Nah, di luar Museum Multatuli terdapat pendopo yang bisa digunakan beragam aktivitas seperti seminar, workshop, diskusi, pemutaran film, bedah buku, dan lainnya.
Keberadaan museum ini menjadi saksi jejak Multatuli yang tersisa di tanah Banten. Semuanya yang tersisa dari tokoh pejuang ini tersimpan di sebuah museum yang diberi nama sama dengan namanya.
Sekadar tahu, Eduard Douwes Dekker atau yang dikenal dengan nama pena Multatuli merupakan penulis Belanda yang menorehkan catatan-catatan sejarah masa penjajahan Belanda. Sejumlah tulisannya menceritakan perlakuan tidak manusiawi para penjajah kepada bangsa Indonesia.
Bagaimana? Tertarik menyelami sejarah dengan cara menyenangkan dengan berkunjung ke museum ini? (Hilal)