Pemutaran Film Dokumenter Esai Layar Pasti Turun Sukses Digelar
BISNISBANTEN.COM — Pada hari Rabu, tanggal 9 Agustus 2023, acara pemutaran film dokumenter esai berjudul “Layar Pasti Turun (Sepotong Kisah Sutradara Film Ida Farida)” sukses digelar di Sinematek Indonesia, Jakarta. Acara ini merupakan hasil kolaborasi antara komunitas Forum Saijah dari Rangkasbitung, Banten, dan sutradara film perempuan Ida Farida.
Proyek film dokumenter esai ini dimulai pada tahun 2022 dan berhasil terealisasi pada tahun 2023 berkat dukungan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek), Yayasan Indonesiana, serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan. Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk mendokumentasikan karya-karya maestro perfilman Indonesia.
Pemutaran perdana film ini dihadiri oleh sejumlah penonton terbatas di Sinematek Indonesia. Sutradara film perempuan terkemuka, Ida Farida, yang saat ini berusia 86 tahun, turut hadir dengan penuh sukacita. Ia merasa bahagia bisa menyaksikan perjalanan hidupnya dalam sebuah film biografi di layar lebar.
Selain itu, Ida Farida juga berbagi kisah tentang masa-masa sulit yang ia alami saat turut terlibat dalam pendirian Sinematek Indonesia oleh Misbach Yusa Biran, serta kontribusinya dalam mengumpulkan arsip-arsip bersejarah film Indonesia. Pada masa lalu, ketika masih berprofesi sebagai wartawan dan penulis cerpen, Ida Farida juga terlibat dalam upaya pengumpulan arsip film.
Film dokumenter esai ini, dengan durasi 64 menit, disutradarai oleh Fuad Fauji, dengan Chamelia sebagai asisten sutradara. Fuad Fauji menyatakan bahwa produksi film ini memiliki ciri khas tersendiri. Pengambilan gambar dilakukan selama bulan suci Ramadan di tiga kota, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Rangkasbitung, Banten. Dalam proses produksinya, Ida Farida mengalami momen-momen struck memory, di mana ia merasakan kebingungan dan nostalgia saat berada di tempat-tempat bersejarah yang memiliki makna dalam perjalanannya. Fuad Fauji juga mengungkapkan bahwa ia awalnya merasa canggung karena telah delapan tahun absen dari dunia perfilman setelah terakhir kali terlibat dalam produksi film “Anak Sabiran, di Balik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip)” pada tahun 2013. Menariknya, ketika menerima tawaran untuk kembali terlibat dalam produksi film, Fuad Fauji sebenarnya sedang berada dalam kondisi kurang baik setelah baru saja mengundurkan diri dari pekerjaan di pemerintah. Saat ini, ia tengah mengejar gelar magister di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, jurusan Ilmu Komunikasi.
Pemilihan Sinematek Indonesia sebagai lokasi pemutaran film ini bukanlah kebetulan semata. Tempat ini memiliki ikatan historis dengan Ida Farida sejak masa muda. Ia dipilih sebagai sutradara film setelah mentornya, Sofia W. D., aktris ternama, mengurangi aktivitasnya sebagai sutradara di dunia perfilman.
Dalam acara tersebut, Puspla Dirdjaja, Kepala Bidang Pembinaan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, mengungkapkan bahwa pemutaran film ini memiliki makna penting dalam menyoroti pentingnya arsip artefak dan arsip hidup dalam sejarah. Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta merasa terhormat atas undangan untuk terlibat dalam acara pemutaran film dokumenter esai (essay documentary) yang menyoroti tokoh penting dalam perkembangan perfilman Nasional.
Ray Sangga Kusuma, produser film dokumenter esai tentang Ida Farida, menjelaskan bahwa, produksi film ini memiliki peranan vital dalam melengkapi sejarah perfilman Indonesia, terutama dalam konteks peran perempuan sutradara. Ida Farida layak mendapatkan tempat istimewa dalam sejarah perfilman Indonesia, dan film dokumenter ini menjadi kunci untuk membuka cerita tentang sejarah perempuan dalam dunia perfilman. Meskipun proses produksinya penuh dengan tantangan dan riset mendalam, film ini mengirim pesan penting dan memiliki dampak yang signifikan dalam perkembangan perfilman Indonesia.
Film dokumenter esai ini tidak hanya menghormati perjalanan hidup Ida Farida, tetapi juga mengangkat sejarah dan kontribusi sutradara film Indonesia yang mungkin telah terlupakan. Film ini menjadi sumber refleksi dan apresiasi terhadap perjalanan panjang perfilman Indonesia serta peran perempuan dalam industri tersebut. (susi)