Peluang dan Tantangan Pengembangan Pasar Keuangan Syariah
BISNISBANTEN.COM — Pengembangan pasar modal menjadi salah satu harapan bukan hanya di Indonesia namun juga di tingkat global. Ini sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi pemulihan ekonomi. Dalam Komunike Pertemuan Ketiga Tingkat Menteri dan Gubernur Bank Sentral G20, optimalisasi peran pasar modal yang simultan untuk menjaga good governance diyakini akan mempercepat pemulihan ekonomi global.
Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan pidato pembuka pada acara Konferensi Internasional 2021 “The Future of Islamic Capital Market: Opportunities, Challenges, and Way Forward”, yang diselenggarakan secara daring pekan lalu.
Sebagai negara dengan jumlah filantropi yang banyak dan pengetahuan tentang investasi berwawasan lingkungan yang semakin meningkat. Indonesia memiliki peluang besar untuk mengoptimalkan pasar keuangan syariah dengan mengembangkan lebih banyak varian pembiayaan sukuk seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) dan Green Sukuk.
“Di tengah ketidakpastian kondisi pasar global akibat Covid, Pemerintah Indonesia bahkan berhasil menerbitkan green sukuk di pasar global dengan nilai U$3 miliar di bulan Juni ini. Global green sukuk 2021 ini diterbitkan dengan tenor 30 tahun dan tingkat imbal hasil yang sebesar 3,55% per tahun. Sebuah tingkat yang sangat kompetitif pada saat ini,” jelas Menkeu.
Menkeu menyebut penerbitan green sukuk dengan tenor 30 tahun ini adalah tenor terpanjang di dunia. Sukuk ini juga berhasil menarik banyak investor global dengan nilai investasi mencapai 57 persen dari total nilai penerbitan. Selain itu, imbal hasil sukuk ini tercatat sebagai imbal hasil terendah. Selanjutnya, penerbitan green sukuk menunjukkan besarnya potensi untuk kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk berinvestasi serta membangun ketahanan melalui pengurangan emisi karbon.
“Untuk meningkatkan basis investor di dalam negeri terutama, kita perlu untuk terus meningkatkan literasi keuangan dan pasar modal bagi masyarakat kita. Saya sangat mengapresiasi jumlah investor yang terus meningkat dan apabila dilihat dari komposisi per kategori investor maka terlihat adanya peningkatan yang cukup membesarkan hati,” ungkapnya.
Menkeu melanjutkan, meskipun mayoritas SBSN yang diperdagangkan saat ini masih dimiliki oleh Bank, kepemilikan investor individual persentasenya juga mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp 46.488 miliar per Juni 2021 dibanding periode yang sama pada 2020 yang sebesar Rp22.277 miliar. Fenomena ini disebut Menkeu menunjukkan perluasan basis investor individu di tanah air khususnya generasi milenial dan ibu rumah tangga yang mapan secara finansial mempunyai peluang besar untuk terus dikembangkan.
“Pengembangan pasar modal di Indonesia masih menghadapi tantangan dalam bentuk rendahnya tingkat literasi keuangan. Oleh karena itu, edukasi dan literasi terkait pasar keuangan syariah menjadi salah satu aktivitas yang sangat penting,” lanjutnya.
Survei Otoritas Sektor Keuangan tahun 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan syariah Indonesia baru mencapai 8,93 persen meskipun mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Tantangan lain adalah minimnya jumlah penerbitan sukuk oleh sektor korporasi dan rendahnya partisipasi investor domestik di pasar sukuk. Hal ini merupakan tantangan yang serius dan nyata bagi perkembangan pasar modal syariah Indonesia.
“Kita juga perlu untuk terus mendiversifikasikan penerbitan sukuk korporasi dengan menerbitkan berbagai fitur-fitur yang makin menarik sehingga minat investor baik di dalam negeri maupun luar negeri dapat terwadahi,” tambah Menkeu.
Kedepan, Menkeu berharap sukuk yang merupakan salah satu sumber pendanaan bagi pembangunan sektor produktif bisa menjembatani secara efektif permintaan terhadap dana investasi yang berjangka panjang dan penawaran dari sisi investor Indonesia yang memiliki basis investor muslim sangat besar.
Melalui teknologi dan inovasi terutama teknologi digital, Menkeu percaya sukuk mampu memberikan nilai lebih di pasar modal syariah dan akan memberikan peranan semakin penting di dalam pembiayaan yang berbasiskan pada skala proyek mikro.
Selain itu, Menkeu menilai masyarakat juga ikut merasakan kepemilikannya terhadap proyek-proyek yang penting karena merasa ikut mendanai. Situasi inklusif inilah yang ingin diciptakan melalui penerbitan instrumen keuangan syariah maupun instrument keuangan lainnya.
“Pemerintah akan terus mengembangkan inovasi baik dalam bentuk instrumen SBSN maupun policy, regulasi, dan program untuk memperdalam pasar dan inklusi keuangan. Kita akan terus belajar melalui berbagai media termasuk melalui konferensi ini sehingga kita akan terus mendapatkan berbagai identifikasi langkah-langkah strategis yang bisa terus memperbaiki kebijakan di dalam rangka untuk terus mengembangkan pasar keuangan terutama pasar modal syariah di Indonesia,” tutup Menkeu. (susi)