Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah dalam mendukung Perekonomian di Banten
BISNISBANTEN.COm — Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 berlaku sejak Januari 2001. Tujuan desentralisasi adalah untuk meningkatkan efektifitas dan edisiensi penyelenggaraan pemerintahan, mengurangi ketidakstabilan makro ekonomi, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Otonomi daerah diyakini merupakan cara terbaik mendorong pembangunan daerah dimana pemerintah daerah diberi kewenangan yang besar untuk dapat mengelola pengeluaran maupun penerimaan daerah, yang dituangkan dalam rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Desentralisasi dapat berjalan optimal jika daerah otonom memiliki kemampuan finansial yang memadai atau disebut dengan kemandirian fiskal.
Kemandirian Fiskal Daerah menjadi faktor kunci tercapainya keberhasilan pembangunan ekonomi daerah serta terwujudnya daerah yang maju dan sejahtera. Otonomi menuntut adanya kemandirian Pemda dalam kewenangannya untuk mengelola dan menggali sumber-sumber keuangannya agar dapat membiayai penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Dilihat dari sisi Pengelolaan Keuangan Daerah, Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam merencanakan dan mengalokasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa Pajak daerah, Retribusi Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah. Salah satu sumber lain-lain pendapatan yang sah adalah pendapatan yang berasal dari pemanfaatan aset daerah oleh pihak di luar Pemerintah Daerah seperti swasta berupa sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna.
Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar dan kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibanding total pendapatan yang berasal dari sumber lainnya seperti bantuan pemerintah pusat maupun pinjaman daerah. Berdasarkan hasil reviu Badan Pemeriksa Keuangan RI atas kemandirian fiskal tahun 2020 sebanyak 88,7 persen pemda masuk dalam katagori belum mandiri. Dengan kata lain dalam dua dekade penerapan otonomi dan desentralisasi fiskal masih belum memberikan pengaruh terhadap kemandirian fiskal di daerah.
Rasio kemandirian fiskal dihitung dengan formula sebagai berikut :
Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah x 100%
Total Pendapatan
Rata-rata Rasio kemandirian di wilayah Banten cenderung menurun dari tahun 2017 sebesar 37,51 persen menjadi 32,94 persen di tahun 2021. Terdapat kesenjangan kemandirian fiskal yang tinggi antara Provinsi dengan Kabupaten/kota dimana provinsi memiliki proporsi indeks kemandirian fiskal lebih baik dibanding Kabupaten dan kota.
Grafik 1. Rata-rata Rasio Kemandirian di Wilayah Banten
Bantuan Pemerintah Pusat melalui mekanisme Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Alokasi dana perimbangan pada umumnya lebih banyak didasarkan pada aspek belanja tetapi kurang memperhatikan kemampuan dalam meningkatkan PAD.
Rata-rata proporsi Dana transfer terhadap total pendapatan di seluruh wilayah Banten dari tahun 2017 sampai dengan 2021 adalah sebesar 61,79 persen, yang berarti ketergantungan Pemerintah Daerah cukup tinggi terhadap dana perimbangan dari Pemerintah Pusat.
Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah akan meningkatkan PAD, semakin tinggi tinggi pula tingkat kesejahteraan masyarakat.
Untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat, Pemerintah Daerah dapat melakukan peningkatan PAD baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan cara memperbaiki kinerja pengelolaan dan pemungutan pajak dan retribusi. Ekstensifikasi dapat dilakukan dengan mengidentifkasi potensi daerah yang ada sehingga timbul peluang baru unruk sumber penerimaan daerah. Hal menarik yang bisa dilakukan adalah adanya sebuah stimulator aktor untuk meningkatkan pendapatan, misalnya dengan membentuk badan usaha atau perusahaan lokal yang mengelola sistem bisnis yang dimungkinkan oleh Provinsi Banten dan diandalkan sebagai sumber pendapatan.
Pemerintah Daerah juga perlu memperhatikan kemampuan masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi. Masyarakat harus selalu mendukung kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu sumber daya yang dimiliki Pemerintah Daerah harus benar-benar dikembangkan secara optimal agar pembangunan dapat terlaksana dengan dana yang sesuai dengan anggaran dengan tingkat kemandirian yang tinggi.
Laju Pertumbuhan ekonomi menggambarkan laju Produk Domestik Bruto (PDRB) dijadikan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan, pemerataan pembangunan dan keadilan ekonomi baik antar daerah maupun antar desa dengan kota. Pertumbuhan ekonomi juga harus meningkatkan kelas UMKM dan semakin mampu bersaing dengan produk-produk dari dalam negeri maupun produk dari negara lain. Pemerintah Provinsi Banten menargetkan Laju Pertumbuhan Ekonomi di tahun 2022 sebesar 6,10.
Sampai dengan triwulan III 2022 penguatan pemulihan ekonomi Banten tetap berlanjut dengan pertumbuhan sebesar 5,71 persen (YoY) meskipun belum mencapai target.
Grafik 2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Banten Triwulan I 2018 s.d. Triwulan III 2022 (persen)
Membaiknya perekonomian Banten tentunya tidak lepas dari campur tangan pemerintah dalam mempercepat belanja pemerintah terutama berbagai bentuk bantuan sosial, padat karya, serta mendorong belanja masyarakat. Pemertintah juga mendorong agar industri bisa mulai bangkit dan para pekerja bisa mulai bekerja kembali, sehingga mampu membuat sisi permintaan domestik meningkat.
Menurut Teori Keynes bahwa dalam perekonomian tertutup permintaan agregat terdiri dari 3 unsur yaitu pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga (C), pengeluaran investasi oleh perusahaan (I) dan pengeluaran pemerintah (G). Pemerintah dapat mempengaruhi permintaan agregat secara langsung melalui pengeluaran pemerintah dan secara tidak langsung terhadap pengeluaran konsumsi dan pengeluaran investasi. Peran pemerintah diperlukan dalam perekonomian dengan menambah jumlah uang beredar atau membeli barang/jasa/modal sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan Laporan Perekonomian Bank Indonesia (Agustus 2022) disebutkan bahwa Perekonomian Provinsi Banten tumbuh positif pada triwulan I 2022 yaitu sebesar 5,70% (yoy) atau sebesar 0,95% (qtq). pertumbuhan tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan regional Jawa maupun Nasional, yang masing-masing tumbuh sebesar 5,66% (yoy) dan 5,44% (yoy). Sinyal perbaikan ekonomi terindikasi dari berbagai sektor utama penopang perekonomian Banten. Dari sisi permintaan, keyakinan masyarakat akan kondisi perekonomian dan mobilitas yang semakin kuat menjadi key driven berlanjutnya pertumbuhan ekonomi di awal tahun 2022. Secara umum, nominal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk wilayah Banten mengalami peningkatan di tahun 2022. Peningkatan terjadi pada sisi pendapatan, sementara dari sisi belanja mengalami penurunan. Pada APBD Pemprov Banten, dominasi PAD dalam komponen pendapatan mencapai 73,2% yang didominasi oleh Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dengan realisasi mencapai 57,7%. Persentase realisasi belanja Pemprov Banten juga meningkat menjadi 47,1%
Untuk melihat sejauh mana peran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap perekonomian Banten dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan metode regresi linier berganda menggunakan data cross section. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang bersumber dari BPS (data PDRB) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (data realisasi Pendapatan dan Belanja) pada kabupaten dan kota di wilayah Banten dari tahun 2017-2021. Variabel dependen yang digunakan adalah PDRB, variabel independennya adalah Pendapatan dan Belanja.
Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh penjelasan sebagai berikut :
- adanya hubungan yang searah antara variabel pendapatan daerah dan belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya kenaikan Pendapatan dan belanja daerah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
- Nilai probabilitas Pendapatan sebesar 0,4 persen (kurang dari 5 persen) yang berarti bahwa pendapatan daerah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai probabilitas Belaja sebesar 23,77 persen (lebih dari 5 persen) yang berarti bahwa belanja daerah kurang signifikan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
- Pendapatan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dimana jika variabel pedapatan daerah bertambah dalam keadaan hal lainnya tetap sama (ceteris paribus) maka pertumbuhan ekonomi akan naik secara signifikan. Di sisi lain Belanja berpengaruh terhadap pertumbuhan namun tidak signifikan.
Dari hasil uji dampak tersebut di atas, Pertumbuhan ekonomi Banten dipengaruhi secara signifikan oleh Pendapatan. Sementara Pendapatan di wilayah Banten masih didominasi Pendapatan transfer Pemerintah Pusat dengan kata lain tingkat kemandirian fiskal pada Kabupaten/Kota di wilayah Banten masih rendah. Hasil penelitian Firdausy (2017) yang ditulis Nico Andrianto pada Katarsis (https://katarsis.id/manajemen/sudah-mandirikah-fiskal-daerah/2/) disebutkan bahwa penyebab rendahnya kemandirian fiskal daerah, antara lain karena :
- Pemerintah daerah belum mampu mengindetifikasi potensi sumber pendapatannya,
- Daerah belum dapat mengoptimalkan penerimaan pajak daerah, retribusi daerah atau bahkan penerimaan dari hasil kekayaan daerah yang dipisahkan,
- Daerah masih menganggap bahwa rendahnya PAD sebagai akibat dari ruang gerak yang terbatas sebagaimana diatur dalam UU No 28 Tahun 2009,
- Daerah melihat banyak jenis dan objek pajak serta retribusi yang masih dapat diterapkan, tetapi tidak diperbolehkan oleh undang-undang,
- Daerah masih melihat bahwa potensi pendapatan pajak yang besar masih diatur oleh Pusat yaitu pajak penghasilan, PPN dan pajak rokok,
- Kesiapan SDM baik dalam kuantitas maupun kualitas,
- Lemahnya pengawasan atas pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah,
- Kontribusi BUMD masih rendah.
Dalam upaya mewujudkan kemandirian fiskal diperlukan adanya terobosan kebijakan Pemerintah Pusat dan kreatifitas Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD-nya dengan mencari solusi atas penyebab rendahnya kemandirian fiskal di Banten demi mewujudkan tegaknya otonomi daerah, yaitu kewenangan mengatur dan mengurus urusan pemerintahan di daerah demi memenuhi kepentingan masyarakat setempat melalui prinsip tata kelola yang baik (good governance).
Royana Dewi Kanwil DJPb Banten