DKPP dan BPR Serang Jalin Kesepakatan Pinjaman Kredit Penggiling Padi Hingga Rp1 M
BISNISBANTEN.COM – Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Serang bersama PT Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Serang (Perseroda) menjalin kesepakatan tentang penyertaan kredit pertanian kepada pengusaha penggiling padi di Kabupaten Serang dengan nominal pinjaman hingga mencapai Rp1 miliar. Itu bertujuan untuk meningkatkan usaha penggiling padi kecil agar bisa bersaing dengan perusahaan besar dalam memasarkan beras yang bisa menghasilkan kualitas premium.
Itu terungkap pada acara Penetapan Program Kerja Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD) Kabupaten Serang 2024 dan Penandatanganan Kesepakatan Bersama Antara DKPP Kabupaten Serang dengan PT BPR Serang (Perseroda) tentang Penyertaan Kredit Pertanian di Ballroom Aston Serang Hotel & Convention, Selasa (6/8/2024).
Penandatanganan kesepakatan bersama disaksikan Staf Ahli Bupati Serang Bidang Ekonomi dan Pembangunan Zaldi Dhuhana, Asisten Daerah (Asda) 2 Pemkab Serang Bidang Perekonomian dan Pembangunan Febrianto, Deputi Kepala Perwakilan BI Banten Haryo Kapito Pamungkas, Direktur Pengawasan Perilaku PUJK, Edukasi, Pelindungan Konsumen, dan Layanan Manajemen Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sabarudin, Direktur Utama (Dirut) BPR Serang Dadi Suryadi dan jajaran direksi lainnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Serang Tutty Amalia, dan sejumlah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Serang, serta para Kepala Cabang BPR Serang.
Dirut BPR Serang Dadi Suryadi mengatakan, kesepakatan dengan DKPP merupakan kerjasama terkait kredit pertanian. Artinya, kata Dadi, pihaknya ke depan siap memberikan pembiayaan kepada pengusaha penggiling padi atau pabrik pengolahan beras di Kabupaten Serang. Sebetulnya, kata Dadi, pihaknya sudah memberikan kredit pembiayaan kepada petani. Namun, saat ini pihaknya didorong TPKAD Kabupaten Serang dan OJK untuk melakukan percepatan kegiatan inklusi di daerah.
“Karena ini kaitan ketahanan pangan, makanya kita difokuskan untuk kredit pertanian,” terang Dadi kepada awak media usai acara.
Intinya, kata Dadi, pihaknya membantu pembiayaan kepada masyarakat petani yang mempunyai usaha penggiling padi selama ini belum tersentuh dan mempunyai modal terbatas agar usahanya bisa berkembang, salah satunya memberikan bantuan untuk pembelian gabah. Selama ini, disebutkan Dadi, pihaknya hanya memberikan modal kepada petani sekira Rp10-20 juta dan kepada kelompok petani di kisaran Rp75 juta.
“Tapi untuk ke RMoU ini kita bisa besar, sampai Rp1 miliar, tapi mekanismenya sesuai SOP kredit kita, kemudian jaminan yang layak seperti sertifikat tanah bangunan,” terangnya.
“Sebetulnya ke pertaniannya sudah lama kita punya produk produk kredit pertanian, tapi yang ke RMoU ini kita terobosan baru. Sudah banyak petani yang kreditnya di kita, alhamdulillah masih tergolong lancarlah,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Kepala DKPP Kabupaten Serang Suhardjo mengatakan, kesepakatan bersama terkait kredit ke BPR untuk pertanian merupakan peluang bagi para pengusaha pertanian. Selama ini, kata Suhardjo, kredit BPR baru membiayai petani, tetapi saat ini kredit diberikan untuk pembiayaan pengusaha penggiling padi sebagai langkah awal, seiring banyaknya keluhan masyarakat petani pengusaha penggiling padi yang kerap tidak kebagian gabah petani.
“Biasanya kan mereka (petani-red) masuk ke Wilmar (jual gabah-red) atau ke perusahaan lain karena enggak mampu bersaing,” terangnya.
Jika perusahaan besar, dijelaskan Suhardjo, mampu membeli gabah karena bisa memproduksi beras kualitas premium, sementara pengusaha penggiling padi di kalangan petani masih mengolah beras medium. Maka dari itu, kata Suhardjo, dengan adanya bantuan kredit dari BPR Serang diharapkan para pengusaha penggiling padi bisa membeli alat yang bagus, sehingga bisa menghasilkan beras premium yang bisa bersaing kepada masyarakat. Penggunaan dana kredit juga, lanjut Suhardjo, bisa untuk peremajaan mesin penggilingannya agar lebih baik, selain bisa juga untuk modal pembelian gabah.
“Ini kan namanya kredit, jadi harus kembali lagi. Namanya pinjaman harus dibayar, ini bukan hibah,” tegasnya.
Selama ini, diakui Suhardjo, banyak penggiling padi yang mesinnya sudah lama, sementara bantuan dari pemerintah terbatas. Dalam satu tahun, diungkapkan Suhardjo, pihaknya hanya menyediakan bantuan satu sampai dua mesin penggilingan saja untuk petani, sementara jumlah penggiling padi kecil dan besar di Kabupaten Serang mencapai sekira 1.600.
“Kita belum mampu semuanya. Nah ini ada peluang kredit, yuk kita manfaatkan. Tapi, harus konsisten pembayarannya, harus rutin, jangan sampai kredit macet,” imbaunya.
Pihaknya, lanjut Suhardjo, bertugas mendampingi dan bisa merekomendasikan, termasuk proses seleksi pengusaha penggilingan padi bisa mendapatkan kredit tersebut. Terkait manajemen juga, kata Suhardjo, akan mendapat bimbingan langsung dari BPR dan OJK.
“Alhamdulillah, kita dapat peluang untuk kredit ini. Sebetulnya, mereka (penggiling padi-red) sudah punya pasar masing-masing, tapi untuk melayani dikonsumsi sendiri, tidak untuk bersaing ke pasar yang lebih luas atau konsumen menengah ke atas, karena kualitasnya medium, sehingga tidak bisa bersaing,” jelasnya.
Menurut Suhardjo, jika membeli gabah mahal, sementara hanya mengolah beras medium tidak akan bisa bersaing. Disebutkan Suhardjo, harga mesin penggilingan padi relatif mahal, mencapai Rp1 miliar, termasuk mesin dryer mencapai harga Rp500 juta. Suhardjo menambahkan, jika beras premium dihasilkan tergantung mesin, bukan karena gabah, tetapi cara mengolahnya dengan menggunakan mesin yang lebih modern.
“Indikasi beras medium premium itu apa sih? Bukan tampilannya putih atau pulen, tapi patahannya. Semakin banyak patahannya, maka grade-nya semakin turun. Kalau enggak ada patahannya itu beras premium, tapi didukung juga dengan putihnya dan rasa pulen juga,” pungkasnya. (zai)