Dinilai Krusial Ke DPTb Pemilu, Bawaslu Antisipasi Layanan Urban Pindah Domisili

BISNISBANTEN.COM – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Serang mengantisipasi program Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) yang membuka program layanan urban pindah domisili yang dinilai krusial berdampak terhadap Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Dikhawatirkan, ketika pindah domisili urban membeludak tidak bisa terlayani di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan berdampak pada persoalan baru.
Demikian disampaikan Komisioner Bawaslu Kabupaten Serang Ari Setiawan saat membuka acara Media Meeting Pengawasan Penyusunan DPTb dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) Pemilu 2024 di Forbis Hotel, Jalan Lingkar Selatan (JLS), Kecamatan Waringinkurung, Kabupaten Serang, Jumat (10/11/2023).
Ari mengatakan, pihaknya saat ini harus melakukan pengawasan Pemilu, mulai dari bagaimana Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiapkan logistik sampai penyusunan DPT, DPTb, dan DPK untuk Pemilu 2024. Menurut Ari, masih banyak warga atau pemilih belum mengerti mana DPT, mana DPTb, dan mana DPK. Karena, kata Ari, mengacu pengalaman sebelumnya di TPS khusus di PT Nikomas, Kecamatan Kibin sedikitnya ada 300 pemilih yang ingin menunaikan hak pilihnya menggunakan Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el), kenudian penyelenggara pemilu membuka ruang kepada pemilih itu, maka akan berdampak pada penghitungan suara ulang. Ketika tidak bisa memilih dimana TPS yang ditetapkan ada administrasi yang ditempuh. Namun, ketika berlainan daerah pemilihan (dapil) konsekwensinya pemilih itu tidak akan mendapatkan surat suara Pemilu.
“Ada lima jenis (surat suara-red), nah DPTb ini kemana pindah pemilih! Ini cukup krusial kami di Bawaslu, sehingga harus meminta keterangan ke KPU, apa alasan pindah dan memilih, ada kosnkwensinya, kemudian terhadap surat suara yang mereka dapatkan nanti bagaimana,” tukasnya.
Ari mencontohkan, pemilih yang pindah ke kota dan KPU memerlukan layanannya mendapatkan surat suara. Hal itu yang dikonfirmasi kepada KPU, ketentuan apa dari KPU, karena berdampak kepada ketentuan lainnya. Jika ada pemilih tidak mempunyai hak pilih di Kota Serang, sementara pemilih itu mempunyai hak, maka potensi pemungutan suara ulang di TPS bisa terjadi. Sedangkan pemungutan suara ulang, menurut Ari, berpotensi masuk wilayah pidana Pemilu.
Persoalan lain yang dinilai krusial, kata Ari, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Disdukcapil Kabupaten Serang yang ternyata mempunyai program layanan Urban pindah domisili akan menjadi persoalan baru untuk Pemilu. Jika program dibuka di masyarakat dan mengikuti program Disdukcapil tersebut, maka otomatis akan menjadi pemilih di DPTb urban.
“Sekarang belum banyak peminat (layanan urban pindah domisili-red), tapi ketika nanti berbondong-bondong pindah memilih dan dapat lima surat suara, bagaimana menghandle-nya di lapangan, TPS mana yang melayani pemilih yang bisa memilih dari jam 07.00 WIB sampai 13.00 WIB ini. Artinya, ada kemungkinan kalau banyak urban pindah domisili potensi DPTb,” ujarnya.
Program Disdukcapil tersebut, diakui Ari, belum bisa bayangkan bagaimana penempatan TPS atau jumlah TPS seperti apa, termasuk logistik yang sudah dihitung, begitu pula dengan DPK yang belum tercoklit masuk DPT, ketika partisipasi pemilih tinggi, DPK-nya tinggi, maka kekurangan logistik bisa terjadi, sementara slot cadangan logistik hanya 2 persen di TPS, jadi krusial,” terangnya.
Lantaran itu, lanjut Ari, pihaknya membutuhkan media untuk ikut membantu mengawasi dan mengidentifikasi persoalan yang berdampak krusial terhadap Pemilu 2024 sampai H-7 sebelum pemungutan suara.
“Semoga perjalanan Pemilu 2024 nanti bisa berjalan lancar,” harapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) Uday Suhada
selaku nara sumber menambahkan, kewenangan yang dimiliki Bawaslu terbatas. Sementara di Kabupaten Serang pengawasan Pemilu dilakukan hingga kepulauan, seperti Pulau Tunda Kecamatan Tirtayasa, Pulopanjang di Kecamatan Puloampel, dan dan Pulau Sangiang di Kecamatan Anyar. Uday mengungkapkan, tidak pernah ada sejarah partisipasi pemilih Pemilu di satu TPS sampai 100 persen. Secara nasional, disebutkan Uday, partisipasi pemilih di kisaran 60 sampai 70 persen, artinya 30 persen tidak menggunakan hak pilih atau tidak peduli lantaran diduga bisa kurang mendapatkan pelayanan dari penyelenggara, sehingga harus dimobilisasi dan alasan lainnya.
“Termasuk partisipasi pemilih Pemilu di Kabupaten Serang daei Pemilu ke Pemilu stabil di kisaran 60-70 persen. Bahkan, di Medan lima tahun lalu partisipasi di bawah 50 persen, semakin tinggi kesadaran politik di kota besar masyarakat semakin tidak perduli terhadap Pemilu,” ujarnya.
Menurut Uday, kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu saat ini relatif rendah, termasuk kepercayaan terhadap partai politik (parpol). Itu dibuktikan bagaimana kotak kosong mengalahkan calon yang didukung seluruh parpol di Makassar.
“Itu contoh simbol diam masyarakat. Karakteristik pemilih potret di Banten, termasuk Kabupaten Serang tingkat toleransinya terhadap money politik tinggi, sampai 70 persen mau menerima uang,” tandasnya. (Nizar)