Digipay Siap Mendorong UMKM Digital di Era Revolusi Industri 4.0
Oleh : Dwi Sudarmawan
Kasubbag Umum KPPN Rangkasbitung
BISNISBANTEN.COM — Setiap revolusi industri terjadi selalu diikuti dengan perubahan besar di berbagai bidang, seperti ekonomi, ketenagakerjaan, budaya, dan lainnya. Saat ini berada di era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan perkembangan luar biasa di bidang teknologi internet. Komputer yang kemampuannya terus berkembang menjadi lebih hebat karena tersambung ke sebuah jaringan besar yang bernama internet. Istilah yang sangat terkenal menandai revolusi industri 4.0 yaitu “internet of things”.
Penggunaan telepon pintar yang terhubung ke internet dan menjadi peralatan yang sehari-hari digunakan masyarakat pun menjadi pemicu untuk menghasilkan layanan-layanan baru yang tidak dikenal oleh masyarakat sebelumnya. Ada produk yang mati karena tidak lagi diminati oleh masyarakat, namun di sisi lain banyak produk dan layanan baru yang bermunculan dan digandrungi oleh masyarakat global saat ini.
Di era revolusi industri 4.0, UMKM diharuskan bersaing di era industri yang memanfaatkan teknologi sehingga mempermudah kerja manusia sehingga waktu yang digunakan menjadi jauh lebih efisien. Serta membuka kesempatan dan peluang pasar yang lebih besar hanya saja belum semua pelaku UMKM menyadarinya. Karena memang revolusi digital pada dasarnya tidak dapat dihindari.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,19 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,97% atau senilai Rp8.573,89 triliun. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, dari sekitar 65 juta lebih UMKM, baru 17,25 juta atau kurang lebih 26,5% UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital.
Pemerintah saat ini telah mencanangkan program Cashless Society yaitu salah satunya dengan berbelanja tanpa uang tunai pada instansi pemerintah. Hal ini menjadikan momentum untuk mengakselerasi transformasi digital sekaligus memberi dukungan terhadap UMKM.
Selaras dengan hal tersebut, dalam upaya mendorong belanja pemerintah yang lebih praktis, efektif, dan efisien serta memberdayakan vendor yang sebagian besar merupakan UMKM melalui digital payment, lahirlah platform Digital Payment-Marketplace atau disingkat Digipay. Platform ini menyediakan layanan mulai dari pemesanan dan pemilihan barang/jasa, vendor UMKM, negosiasi harga, pembayaran, pengiriman barang ke pemesan, dan pelaporan transaksi secara elektronik.
Penggunaan digipay ini membawa dua misi besar. Pertama, modernisasi pengelolaan kas negara melalui pemanfaatan digital payment. Kedua, memberdayakan UMKM sekaligus mendorong serta memperkuat program Bangga Buatan Indonesia.
Implementasi Digipay diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharan Nomor PER-20/PB/2019 tentang Uji Coba Penggunaan Uang Persediaan melalui Sistem Marketplace dan Digital Payment pada Satuan Kerja, yang dimaksud dengan sistem marketplace adalah sistem yang menyediakan layanan daftar penyedia barang/jasa, pemesanan barang jasa, pembayaran, dan pelaporan secara elektronik, dalam rangka penggunaan uang persediaan, yang disediakan oleh bank tempat menyimpan uang persediaan. Sedangkan digital payment adalah pembayaran dengan mekanisme overbooking/ pemindahbukuan dari rekening pengeluaran secara elektronik dengan kartu debit/Cash Management System (CMS) atau pendebetan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) ke rekening penyedia barang/jasa, dalam rangka penggunaan uang persediaan melalui sistem marketplace.
Digipay merupakan salah satu bentuk platform yang merefleksikan modernisasi pengelolaan kas negara dan terkait erat dengan digitalisasi sistem pembayaran. Pembayaran digital menggunakan KKP dan/atau CMS Virtual Account yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan bekerjasama dengan Bank Himbara (BRI, BNI, Mandiri dan BTN). Ekosistemnya terbentuk dari Satker pengelola Uang Persediaan (UP) APBN dan vendor/toko/warung (UMKM) dengan berbasis rekening pada suatu bank yang sama.
Dengan penggunaan Digipay, sistem pembayaran pemerintah dengan memanfaatkan sistem perbankan diarahkan untuk mendukung digitalisasi pengelolaan kas.
Bila dibandingkan antara Digipay dengan marketplace popular saat ini (Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Lazada) terdapat perbedaan, yaitu pertama aturan yang mengikat dalam proses pengadaan barang dan jasa dalam lingkup pemerintahan sejalan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku meliputi persyaratan pengadaan barang/jasa pemerintah, kebijakan perpajakan, pembayaran atas beban APBN setelah barang/jasa diterima, dan kebijakan melindungi UMKM.
Kedua dari sisi pembayaran, yaitu transaksi di marketplace popular diproses penjual setelah pembeli menyelesaikan pembayaran, sedangkan pada Digipay pembayaran dilakukan setelah barang diterima.
Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Perbendaharaan Negara yang menjamin keamanan dan kepastian pembayaran dalam pengadaan barang dan jasa. Dari sisi perpajakan, pada marketplace populer, perhitungan dan pembayaran pajak tidak atau belum difasilitasi oleh platform, sedangkan di Digipay perhitungan dan pembayaran pajak telah difasilitasi oleh platform. Kemudian, yang terpenting sebagai bentuk kepedulian pemerintah dalam pemberdayaan UMKM yaitu dari sisi afirmasi UMKM, pada marketplace populer, vendor yang terdaftar tidak wajib UMKM dan produk lokal (dalam negeri), namun pada Digipay hanya memfasilitasi UMKM dan produk lokal (dalam negeri).
Untuk mengoptimalkan jumlah UMKM yang terdaftar di Digipay perlu dilakukan beberapa hal antara lain edukasi terkait proses bisnisnya dan juga edukasi untuk perubahan pikiran pelaku UMKM agar mau berubah dari kecenderungan transaksi secara konvensional menjadi digital. Diharapkan dengan semakin banyaknya UMKM yang bergabung dan terdaftar di Digipay, maka roda perekonomian Indonesia yang sebagian ditopang dari transaksi pelaku UMKM akan semakin membaik setelah gempuran pandemi Covid-19 sejak tahun 2019 yang lalu. (susi)
Catatan :
Artikel di atas merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili pandangan instansi dimana Penulis bekerja.