Keuangan

Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Terjaga di 2020, OJK Lanjutkan Stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional

BISNISBANTEN.COM — Stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dengan baik di tahun 2020 di tengah tekanan ekonomi yang terjadi akibat pandemi Covid-19. OJK menyiapkan berbagai kebijakan stimulus lanjutan untuk tetap menjaga industri jasa keuangan dan meningkatkan kontribusinya dalam mendorong serta memulihkan perekonomian nasional. Ini yang termuat dalam Masterplan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021 – 2025.


Ini disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat malam (15/1).

Presiden RI Joko Widodo hadir secara virtual dalam pertemuan yang juga diikuti secara virtual oleh pelaku industri jasa keuangan, pimpinan Lembaga Negara, Menteri Kabinet Indonesia Maju, Gubernur dan Kepala Daerah, serta pelaku usaha mikro dan pimpinan media massa.

Ia menjelaskan, pandemi Covid-19 merupakan badai besar yang membawa guncangan hebat bagi perekonomian dan pasar keuangan global. Perekonomian nasional pun terkontraksi cukup dalam sehingga menekan kinerja sektor riil dan mengurangi pendapatan masyarakat.

Untuk mengantisipasi dampak pandemi Covid-19 itu, OJK pada 2020 mengeluarkan berbagai kebijakan forward looking dan countercyclical policies yang ditujukan untuk mengurangi volatilitas pasar. Ini memberikan ruang bagi sektor riil untuk dapat bertahan, serta menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Pemerintah dan Bank Indonesia juga membantu dengan stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang akomodatif.

“Kebijakan-kebijakan tersebut sangat efektif sehingga perekonomian domestik secara bertahap terus membaik. Selain itu, stabilitas sistem keuangan sampai saat ini masih terjaga dengan baik,” kata Wimboh.

Di industri pasar modal, kebijakan pengendalian volatilitas yang dikeluarkan OJK sejak awal pandemi serta tindakan tegas pengawasan OJK meningkatkan kepercayaan investor yang tercermin dengan membaiknya IHSG di atas 6.000 pada awal 2021 setelah sebelumnya terpuruk di posisi terendah di 3.937,6 pada 24 Maret 2020.

Penguatan IHSG tidak terlepas dari meningkatnya jumlah investor ritel di pasar modal yang mencapai 3,88 juta investor. Sementara penghimpunan dana melalui penawaran umum mencapai Rp118,7 triliun dengan 53 emiten baru yang merupakan angka tertinggi di ASEAN.

Di industri perbankan, pelambatan aktivitas di sektor riil dan belum penuh beroperasinya korporasi besar membuat kinerja intermediasi perbankan mengalami tekanan dan terkontraksi -2,41 persen (yoy) di 2020. Namun demikian, kredit Bank BUMN masih tumbuh 0,63 persen dan BPD tumbuh 5,22 persen, serta Bank Syariah tumbuh 9,50 persen.

Di sektor UMKM, berbagai kebijakan stimulus yang diberikan oleh OJK dan pemerintah berdampak pada stabilnya pertumbuhan kredit UMKM. Selain itu, mulai tumbuh positif secara month to month pada beberapa bulan terakhir. Penempatan dana pemerintah di perbankan sebesar Rp66,7 triliun disalurkan sebesar Rp323,8 triliun atau memberikan leverage sebesar 4,8 kali.

Kebijakan restrukturisasi kredit perbankan yang diperpanjang, hingga akhir Desember mencapai Rp971 triliun atau 18 persen dari total kredit dari sekitar 7,6 juta debitur UKM dan korporasi. Kebijakan ini menghasilkan profil risiko perbankan yang terkendali dengan rasio NPL gross pada level 3,06 persen.

Sejalan dengan itu, likuiditas perbankan masih cukup memadai (ample) ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp2.111 triliun dibandingkan tahun lalu sebesar Rp1.251 triliun, dan Dana Pihak Ketiga yang tumbuh sebesar 11,11 persen yoy. Alat likuid per non-core deposit 146,72 persen dan liquidity coverage ratio 262,78 persen, lebih tinggi dari threshold-nya.

Sementara itu, kinerja intermediasi IKNB masih tertekan akibat pandemi Covid-19. Premi asuransi komersial terkontraksi sebesar -7,34 persen yoy dan pada 2019 4,77 persen (yoy). Piutang Perusahaan Pembiayaan terkontraksi sebesar -17,1 persen yoy atau 2019: 3,7 persen, akibat belum pulihnya berbagai sektor perekonomian.

Kebijakan restrukturisasi kredit di Perusahaan Pembiayaan juga berjalan dengan baik yang mencapai Rp189,96 triliun atau 48,52 persen dari total pembiayaan yang mencapai 5 juta kontrak. Hal ini telah menjaga profil risiko Perusahaan Pembiayaan dengan NPF yang masih terkendali sebesar 4,5 persen.

Profil risiko IKNB masih terjaga dalam level yang terkendali terlihat dari Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 540 persen dan 354 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Begitu pun Gearing Ratio Perusahaan Pembiayaan yang tercatat sebesar 2,19 persen, jauh di bawah maksimum 10 persen. (susi)

Advertisement
LANJUT BACA

Susi Kurniawati

Wartawan bisnisbanten.com