Ramai Tren Kabur Aja Dulu, Gita Savitri Ungkap Kesulitan Jadi Imigran

BISNISBANTEN.COM – Belakangan ini tren Kabur Aja Dulu kian ramai jadi sorotan. Tren tersebut memancing banyaknya tanggapan dari berbagai public figure, salah satunya Gita Savitri.
Gita Savitri dikenal sebagai YouTuber yang sering membahas soal kesehariannya dalam menempuh pendidikan di Jerman.
Berpengalaman tinggal di negeri orang, Gita Savitri berikan tanggapan perihal tren Kabur Aja Dulu yabg tengah ramai ini.
“Bokap nyokap gue dulu tinggal di Jerman. Keluarga besar gue juga dulu banyak yang kuliah di Jerman, bahkan sampai ada perkumpulan keluarga Palembang terutama di Berlin,” ungkap Gita di Instagram Story miliknya.
Ia mengaku sedari dulu dirinya sudah diberi paham bahwa Indonesia memang bukan negara ideal.
“Dari gue kecil, gue udah dikasih tau kalau kondisi hidup di Indo tidak ideal, dan gue punya alternatif untuk tinggal di luar,” imbuhnya.
Meskipun demikian, ia mengungkapkan menjadi imigran juga bukan merupakan hal yang mudah.
“Tinggal di luar negeri itu nggak mudah. Lo selalu dalam survival mode karena lo gak punya safety net kayak di Indonesia. Lo gagal, lo kenapa-kenapa, cuma lo yang bisa diandalin. Dan untuk menata hidup “secure” sebagai imigran itu butuh bertahun-tahun. Menjadi imigran sulitnya dua kali lipat,” ungkap Gita.
Ia juga mengungkap cara paling realistis dalam menjalani hidup disana.
“Langkah paling realistis adalah convert gaji tersebut ke Rupiah yang sesuaikan dengan living cost di Indonesia, biar ketahuan gimana gaji itu kalo skenarionya di Indo. Karena living cost di luar negeri mahal banget,” tambahnya.
Gita Savitri memahami kondisi Indonesia yang semakin parah, itu sebabnya ia memaklumi banyaknya yang ingin kabur ke kuar negeri.
“Gue tau kondisi di Indonesia makin parah. Makanya gue juga gak nyalahin orang yang memilih cabut. Gak usah dengerin orang yg bilang kita gak nasionalis,” ujar Gita.
Namun, dirinya tetap kengimbau agar tetap realistis dalm mengambil keputusan.
“Toh negara as a state juga hadir bukan untuk serving orang-orang kaya kita. Tapi tetap harus realistis bikin keputusan, supaya gak zonk,” jelasnya. (Sarah)