Ramah dan Bersahaja, Masjid Tertua di Serang Ini Mempertahankan Tradisi Bangunan Jawa

BISNISBANTEN.COM – Masjid satu ini memiliki desain yang khas. Mengusung tradisi bangunan di Pulau Jawa berbentuk atap limas tumpang tiga dan bentuk ruang dengan konsep pendopo terbuka, khas rumah joglo, membuat masjid berkesan ramah dan bersahaja. Inilah Masjid Ats-Tsauroh, masjid tertua di Serang, Banten.
Dahulu, rumah ibadah ini disebut Masjid Pegantungan. Masjid yang berada di Jalan Ahmad Yani No. 11, RT 5 RW 3, Cimuncang, Kecamatan Serang, Kota Serang ini dibangun pada era Bupati Pandeglang, Rd. Tumenggung Basudin Tjondronegoro (1870-1888). Sumber lain menyebutkan, masjid ini didirikan sebelum masa kemerdekaan yakni pada 1918.
Nama Ats-Tsauroh yang berarti perjuangan disematkan pada masjid ini pada 1974.
Sumber lain menyebutkan, pergantian nama terjadi pada 1968. Berdasarkan penuturan dari pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Syaefudin, masjid ini didirikan atas dasar jihad para kaum muslim untuk melawan penjajahan Belanda.
Masjid pun direnovasi beberapa kali hingga bentuknya menjadi seperti sekarang ini. Bangunan masjid awalnya sangat sederhana, namun lambat laun setelah kemerdekaan, setelah renovasi, pembangunan, dan perluasan hingga adanya gerbang namun tetap mempertahankan bentuk asli.
Konsep limasan tumpang tiga secara filosofis mengandung arti iman, Islam, dan ihsan. Di bagian atas terdapat memolo berupa keramik tanah liat terakota berbentuk angsa.
Keindahan ruang dibentuk tiang penyangga yang membentuk kolom-kolom. Ada 16 tiang, empat di antaranya tiang utama penyangga limasan tertinggi. Dalam tradisi Jawa, keempat tiang tersebut merupakan soko guru. Di seluruh pangkal tiang terdapat bentuk labu yang menjadi simbol kesuburan daerah Banten.

Yang membedakan tiang soko guru dengan tiang lain adalah sabuk dari tembaga. Sabuk di tiang depan kiri bertuliskan “Doa merupakan tali ibadah”, sementara di tiang depan kanan bertuliskan “Sabar merupakan bagian dari iman”. Di sabuk tiang belakang kiri terukir “Kebersihan merupakan bagian dari iman” dan di tiang belakang kanan tertoreh kalimat “Shalat merupakan bahagian dari iman”. Keseluruhan tulisan adalah arti huruf Arab yang digunakan.
Di bagian depan, mihrab dihiasi lukisan kaligrafi dan aksen geometris khas Islam dengan warna yang cenderung cerah. Di sisi mihrab terdapat mimbar dengan atap yang dipengaruhi gaya Cina.
Pada awalnya, masjid tidak melengkapi menara , seperti gaya arsitektur Islam tradisional Jawa. Pada 1930, masjid ini direnovasi menyerupai Masjid Agung Banten tetapi tanpa menara.
Pada 1956, menara dipasang setelah renovasi. Bentuk menara heksagonal dengan tiga undakan tengah ini memiliki atap yang terdiri dari dua limasan dan memolo. Menara hanya berfungsi sebagai tempat meletakkan pengeras suara untuk menyiarkan kumandang azan.
Masjid yang direnovasi kembali pada 1974 dan 1993 ini selain sebagai tempat ibadah, masjid juga digunakan sebagai tempat berbagai kegiatan sosial. Untuk itu, masjid dilengkapi fasilitas seperti balai kesehatan, pelayanan baitul maal wat tamwil sebagai wujud pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis syariah, serta sarana-sarana pembinaan remaja masjid.
Masjid yang kini dikenal sebagai Masjid Agung Serang ini menjadi simbol kerukunan umat beragama. Lokasi masjid diapit tiga tempat ibadah umat Kristen, yakni Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Gereja Bethel Indonesia, Serang di sisi belakang masjid, serta Gereja Katolik Kristus Raja tepat di depan masjid. (Hilal)