Konsisten Promosikan Destinasi Banten lewat Film, Banten Diharapkan Seperti Belitong
Pemerintah Belitong baru menyadari, aset terbesar mereka bukanlah timah yang meninggalkan kerusakan alam. Setelah booming novel dan film Laskar Pelangi, pendapatan asli daerah Belitong terdongkrak melalui sektor pariwisata.
Ini diungkapkan Sekjen Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbud RI Darmawati saat sambutan di Gala Premiere di Studio 1 XXI Ramayana Cilegon pada 21 Januari 2021. Ia mengaku sangat bangga akhirnya film ini ditayangkan. Menurutnya, tidak banyak film yang berbicara sejarah Indonesia. Dan Saidjah Adinda ini termasuk salah satunya.
Film ke-26 Kremov Pictures ini lebih dari 50 persen mengangkat keindahan alam Kasepuhan Ciptagelar. Panorama alam seperti sawah, rumah tinggal, dan kehidupan masyarakat dipotret dengan baik.
Darwin Mahesa, pendiri Kremov Pictures yang juga sutradara film Saidjah Adinda ini mengambil setting di sejumlah lokasi di Banten seperti Lebak di Kasepuhan Ciptagelar, Kota serang, Cilegon, dam Pandeglang di Taman Nasional Ujung Kulon. Beberapa setting mengambil lokasi di Kepulauan Jakarta hingga Bandung selatan di Jawa Barat.
“Film merupakan produk digital untuk memajukan kebudayaan sesuai amanat dari undang undang kemajuan kebudayaan,” tutur Darwin saat sambutan di Gala Premiere Saidjah Adinda.
Film-film produksi Kremov Pictures konsisten menghadirkan keindahan Banten seperti Tanjung Lesung, pantai Anyer, mercusuar Anyer, Banten Lama, dan banyak lagi. Ini dibuktikan pada film Perempuan Lesung, Menembus Lorong Badak, bahkan yang terbaru Villa 13 serta film Kremov lain.
Darwin pernah mengatakan, misi film yang dibuatnya antara lain menjadi media mengenalkan Banten pada masyarakat luas. Di samping itu meningkatkan dan mewadahi sumber daya manusia di Banten yang memiliki passion di bidang film.
Untuk film ini lanjut Darwin, diproduksi dengan melibatkan lebih dari 60 kru lokal dan juga profesional, 15 aktor pendatang, 7 aktor senior Indonesia, 50 figuran, dan 200 ekstras.
“Awal mula niatan memproduksi film ini karena jatuh cinta pada bab 17 di novel Max Havelaar sejak 10 tahun lalu,” tukas Darwin yang membangun Kremov sejak 14 tahun lalu ini.
Film berdurasi sekitar 1,5 jam ini dilabeli epic saga of love. Kisah Saidjah Adinda mengambil porsi 80 persen dibandingkan kisah Max Havelaar yang ada dalam buku Max Havelaar karya Multatuli atau Eduard Douwes Dekker. Sebelumnya pada 1976 film Max Havelaar diproduksi, namun lebih mengulas kisah Max Havelaar 80 persen dibandingkan Saidjah Adinda.
Peran Saidjah dipercayakan pada Achmad Ali Soekarno Saidjah, sementara Adinda dimainkan secara apik oleh Rizky Darta. Pemain film senior seperti Egi Fadly dan Nena Rosier juga memegang peran penting di sini.
Darwin menegaskan, film ini angan-angan Kremov sejak lama. Pada 2014, Darwin dan tim melakukan riset kecil-kecilan untuk film ini. Namun belum kesampaian untuk memproduksinya.
Pada 2019 Kremov kembali melanjutkan riset dan menulis naskah. Pada 2020 film ini diproduksi dengan dibantu berbagai pihak terutama Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud RI. Dan pada 2021, film ini didistribusikan kepada publik. (hilal)