Harga Komoditas Baik, Neraca Perdagangan Agustus Surplus USD 2,3 Miliar
BISNISBANTEN.COM — Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menegaskan, neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2020 mengalami surplus USD 2,3 miliar. Ini merupakan capaian tertinggi ketiga sepanjang tahun 2020 setelah surplus perdagangan pada Juli tercatat sebesar USD 3,2 miliar dan Februari sebesar USD 2,5 miliar.
“Neraca perdagangan Agustus 2020 surplus sebesar USD 2,3 miliar. Melemahnya permintaan global menekan kinerja ekspor Agustus 2020. Namun, penurunan nilai ekspor yang terjadi relatif rendah dibandingkan penurunan volumenya. Ini mengindikasikan bahwa kinerja ekspor Indonesia masih tertolong dengan harga komoditas global yang relatif baik. Selain itu, surplus neraca perdagangan ini turut membantu pergerakan Rupiah ke level yang positif,” jelasnya.
Mendag Agus mengatakan, neraca perdagangan Agustus 2020 menjadi penopang peningkatan nilai neraca kumulatif periode Januari-Agustus 2020 yang mencapai USD 11,1 miliar. Nilai neraca periode Januari-Agustus 2020 hampir menyamai nilai neraca perdagangan Indonesia untuk keseluruhan tahun 2017 yaitu sebesar USD 11,8 miliar. Hal itu merupakan raihan tertinggi neraca perdagangan Indonesia sejak 2012.
“Kesemuanya ini mengindikasikan kinerja perdagangan Indonesia masih dalam jalur yang benar mendukung perbaikan kinerja ekonomi nasional di tengah ketidakpastian perekonomian global akibat pandemi Covid-19,” katanya.
Menurut Agus, nilai ekspor Indonesia pada Agustus 2020 yaitu tercatat sebesar USD 13,1 miliar atau mengalami penurunan 4,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya (MoM). Penurunan ini terutama terjadi pada ekspor nonmigas, yaitu sebesar 4,4 persen atau senilai USD 0,6 miliar.
Ia menjelaskan, penurunan ekspor nonmigas Agustus 2020 dipicu oleh menurunnya ekspor beberapa komoditas utama Indonesia, seperti lemak dan minyak hewan, bahan bakar mineral, dan logam mulia, perhiasan. Penurunan nilai ekspor bahan bakar mineral disebabkan adanya penurunan harga batu bara. Sedangkan, penurunan produk lemak dan minyak hewan dikarenakan adanya penurunan permintaan impor di Tiongkong yang merupakan negara tujuan ekspor produk crude palm oil (CPO) Indonesia.
Sementara itu, beberapa produk ekspor nonmigas justru mengalami pertumbuhan bulanan yang signifikan, yaitu bijih, terak, dan abu logam (HS 26), barang dari besi dan baja (HS 73), kendaraan dan bagiannya (HS 87). Peningkatan nilai ekspor bijih, terak, dan abu logam (26), terutama dipicu lonjakan ekspor biji tembaga dan konsentratnya sebesar 74,92 persen.
“Ekspor bijih, terak, dan abu logam (HS 26) paling banyak ditujukan ke Tiongkok. Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Inggris, Vietnam, Taiwan, Italia, dan Thailand juga naik secara
signifikan. Optimisme dan sentimen positif dari sisi konsumen dan pelaku usaha di beberapa negara tersebut mendorong adanya peningkatan aktivitas bisnis,” ungkapnya.
Ia mengatakan, secara kumulatif, nilai ekspor nonmigas Januari-Agustus 2020 mengalami penurunan 4,4 persen dibandingkan periode Januari-Agustus 2019 (YoY). Sedangkan, volumenya turun lebih tajam hingga 11,7 persen. Kinerja ekspor Indonesia masih relatif diuntungkan dengan harga-harga komoditas global yang tidak ikut anjlok. Harga rata-rata kelompok komoditas nonenergi global pada periode Januari-Agustus 2020 hanya turun 1,7 persen YoY. Hal itu lebih baik dibandingkan harga kelompok komoditas energi yang turun dalam hingga 34,5% YoY.
Ia menjelaskan, impor Indonesia Agustus 2020 tercatat sebesar USD 10,7 miliar atau mengalami kenaikan sebesar 2,6 persen dibanding Juli 2020 (MoM). “Kenaikan impor bulan Agustus disebabkan adanya kenaikan impor pada golongan barang konsumsi dan bahan/baku penolong, yaitu masing-masing sebesar 7,3 persen dan 5,0 persen MoM. Sedangkan, impor barang modal mengalami penurunan sebesar 8,8 persen,” tuturnya.
Agus mengungkapkan, beberapa bahan baku yang mengalami peningkatan pada Agustus 2020 antara lain emas naik 45,2 persen, besi baja naik 23,3 persen, serealia naik 30,4 persen, serta plastik dan barang dari plastik naik 7,9 persen. Meningkatnya impor emas disebabkan naiknya harga emas dan logam mulia. Harga emas pada Agustus 2020 tercatat naik 6,6 persen dibandingkan Juli 2020.
Sementara itu, kenaikan impor serealia guna pemenuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan makanan dan minuman. “Laju pertumbuhan sektor industri pengolahan makanan dan
minuman triwulan II 2020 naik sebesar 1,87 persen dibandingkan triwulan sebelumnya, atau naik 0,22 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun 2019 (YoY),” katanya.
Total impor Indonesia periode Januari-Agustus 2020 tercatat sebesar USD 92,1 miliar atau mengalami penurunan 18,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, volume impornya juga mengalami penurunan sebesar 6,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Produk-produk yang mengalami penurunan impor terbesar selama Januari-Agustus 2020, antara lain mesin dan peralatan mekanis (HS 84), besi dan baja (HS 72), kendaraan dan bagiannya (HS 87), plastik dan barang dari plastik (HS 39), serta mesin/peralatan listrik (HS 85). “Penurunan impor kendaraan disebabkan berkurangnya permintaan akibat pembatasan social berskala besar (PSBB). Sedangkan, penurunan impor besi dan baja, maupun mesin-mesin/pesawat mekanis merupakan imbas dihentikannya proyek infratruktur selama masa pandemi Covid-19,” pungkasnya. (Susi)