Info Travel

Gunung Karang, Ini Berbagai Jalur untuk Mendaki Kesana

BISNISBANTEN.COM – Gunung satu ini ada di Kabupaten Pandeglang, Banten. Ya Gunung Karang, gunung berapi kerucut di Kabupaten Pandeglang, Banten, ini masuk ke dalam kelompok Stratovolcano. Di sini terdapat wisata batu di lereng gunung yang ada di Kelurahan Pagerbatu, Kecamatan Majasari ini.

Meski gunung berapi ini tergolong tipe B atau sudah tidak aktif, tetapi memiliki kawah yang masih mengepulkan asap belerang atau gas sulfur.

Untuk berkunjung ke sini pada umumnya jalur pendakian Gunung Karang ada dua jalur, yakni melewati Desa Kaduengang dan Jalur Pagerwatu atau Ciekek.

Advertisement

Ada jalur lain jika dalam rangka wisata ziarah, yaitu Jalur Curug Nangka atau Ciomas. Jalur ini tidak populer bagi para pendaki karena cukup jauh, dimulai dari bawah lereng dan memerlukan waktu sekitar 20 jam – 1 hari perjalanan untuk mencapai puncak.

Jalur Pagerwatu atau Ciekek tidak terlalu menjadi favorit bagi para pendaki. Walaupun kondisi trek dari jalur ini cukup lebih landai daripada melalui Kaduengang namun membutuhkan waktu yang lebih lama sekitar 7 – 8 jam untuk menuju puncak.

Nah kalau jalur Kadu Engang paling digemari para pendaki karena trek menuju puncak lebih pendek namun memiliki trek menantang. Di dusun ini juga para pendaki dapat melihat indahnya gemerlap Kota Serang dan Pelabuhan Merak. Waktu tempuh dari Kadu Engang biasanya menghabiskan 4 – 6 jam untuk mencapai Puncak Sumur Tujuh tergantung kondisi cuacanya.

Advertisement

Setelah datang ke Dusun Kaduengang, pendakian dimulai dengan jalan desa yang menanjak. Pos 1 ditandai keberadaan menara tower dekat rumah salah satu sesepuh yang dapat diminta untuk memimpin berziarah.

Sebelum mendaki disarankan berziarah terlebih dahulu ke makam Pangeran TB Jaya Raksa, berada tepat di sebelah kanan jalur pendakian. Melalui jalur ini, pengunjung akan melalui Pos 1 (Cengkeh), Pos 2 (Tanah Petir), dan Pos 3 (Anggrek)

Di Gunung Karang ini dari sekian banyaknya lempengan batu di Pandeglang, ada satu batu besar mirip peninggalan zaman megalitikum. Karena bentuknya indah dan bersih, maka warga setempat menyebut batu itu sebagai batu cinta.

Sejarah Gunung Karang tidak lepas dari cerita peradaban masa lalu hingga sejarah runtuhnya kerajaan Hindu – Budha. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah situs bercorak kerajaan Hindu – Budha, yakni Batu Menhir dan situs pahoman di Pasir Peuteuy.

Memiliki ketinggian 1.778 meter di atas permukaan laut, puncak Gunung Karang bernama Sumur Tujuh. Ini merupakan salah satu destinasi atau tempat yang sering dijadikan tujuan para pendaki dan peziarah. Umumnya, tujuan mereka ke Sumur Tujuh ini untuk mandi dan mengambil air untuk sareat mencapai hajat atau keinginannya

Menurut sejarah yang melegenda di masyarakat, Sumur Tujuh tersebut dibuat oleh Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan pendiri kerajaan Banten. Kala itu, Sultan Hasanudin ditantang uji kesaktian oleh Pucuk Umun yang merupakan Raja Banten Girang. Sultan pun menerima tantangan hingga pertarungan itu terjadi di Puncak Gunung Karang.

Setelah kehausan karena bertarung Sultan Maulana Hasanudin kemudian bermunajat kepada Allah untuk meminta air minum. Atas izin Allah, maka ditancapkanlah tongkatnya ke tanah. Seketika keluarlah air menyembur dari dalam tanah. Lubang bekas tongkat yang ditancapkan inilah yang sekarang disebut keramat Sumur Tujuh Gunung Karang.

Sumur keramat ini dipercayai mampu membuang aura negatif yang melekat pada diri seseorang. Ketenaran Sumur Tujuh dalam membuang aura negatif terdengar sampai di luar Banten. Tidak heran jika di tempat ini banyak peziarah dari daerah lain.

Selain Sumur Tujuh, sebelum menuju ke puncak gunung juga terdapat Batu Masjid Puncak Manik yang menyimpan banyak misteri. Ini berupa goa bebatuan yang diyakini menjadi tempat pertapaan atau bersemedi pada masa silam.

Di kawasan gunung ini juga terdapat Masjid Tua Pasirangin, Makam Ki Ageng Karan dan Mata Air Keramat. Di luar mitos-mitos ini gunung ini banyak dituju para pencinta alam sebagai lokasi pendakian. Karena dari atas puncak ketinggian, bisa melihat keindahan yang diciptakan Tuhan. (Hilal)

Advertisement

Hilal Ahmad

Pembaca buku-buku Tereliye yang doyan traveling, pemerhati dunia remaja yang jadi penanggung jawab Zetizen Banten. Bergelut di dunia jurnalistik sejak 2006.
bisnisbanten.com