
BISNISBANTEN.COM – Setelah Jokowi memakai pangsi Baduy atau baju khas Suku Baduy saat mengikuti Sidang Tahunan MPR, Sidang Bersama DPR-DPD RI di Gedung MPR/DPR pada 16 Agustus 2021 lalu, giliran Erick Tohir memakai batik khas Baduy. Ini dilakukan Menteri BUMN Erick Thohir saat hadir di acara dies natalies Untirta ke-40 dan kunjungan ke kediaman Ketua Umum Mathlaul Anwar KH Embay Mulya Syarief, di Pekarungan, Kota Serang, pada 1 Oktober 2021.
Erick Thohir saat itu memakai batik Baduy berwarna biru hitam motif tapak kebo. Bahan yang digunakan bukanlah kain katun seperti yang kebanyakan beredar di pasaran, melainkan jenis premium yang terlihat lebih berkelas.
Pada sebuah wawancara, Erick mengaku penggemar batik. Hampir setiap hari dirinya memakai batik.
“Batik adalah keseharian saya, kerap menemani dalam semua aktivitas. Ragam motif dengan warna kalem menjadi favorit saya,” kata Erick Thohir seperti dikutip dari akun Instagram resminya @erickthohir di Jakarta, Minggu (3/10/2021).
Sebelum Banten memiliki batik resmi yang diproduksi di delapan kabupaten dan kota, batik Baduy lebih dulu dikenal dan banyak digunakan. Meskipun di Baduy tidak terdapat sentra produksi Batik dan masyarakat Baduy tidak pernah membatik, namun batik ini dikenal sebagai batik Baduy. Alasan sederhananya, banyak masyarakat yang memakai batik motif ini dengan warna khas biru hitam.
Meski begitu, jika berkunjung ke pemukiman warga Baduy sebut saja Cibeo atau Cijahe, banyak pedagang yang menjajakan batik Baduy ini sebagai oleh-oleh. Di samping kerajinan tangan dan kain tenun yang dikerjakan para wanita di Baduy di teras-teras rumah mereka.
Batik-batik yang disebut batik Baduy ini sebelum-sebelumnya disetok dari luar Banten. Namun pada saat ini sudah banyak pengrajin batik di Banten yang memproduksi batik khas Baduy. Bukan hanya di Lebak yang menjadi kabupaten tempat Suku Baduy berada melainkan di Kota Serang. Bahkan motif dan warnanya semakin beragam.
Bisa dibilang, batik Baduy merupakan cerminan dari kesederhanaan, keunikan dan nilai karya seni budaya yang lahir dari kearifan lokal masyarakat yang mendiami Gunung Kendeng di pegunungan Halimun Utara. Batik Baduy memiliki corak kreweng terwengkal serta menggunakan warna dasar yang sederhana yaitu biru tua dan hitam. Batik Baduy kebanyakan dikenakan sebagai ikat kepala.
Seperti dijelaskan sebelumnya, yang menjadi ciri khas dan identitas batik Baduy adalah warna hitam dan biru terang yang mendominasi setiap helai kainnya. Warna tersebut memiliki makna sebagai bentuk kecintaan masyarakat Baduy kepada alam.
Belakangan ini warna-warna lainnya menambah ragam motif batik Baduy.
Untuk warna bukan hanya biru hitam, tapi juga hijau, magenta, putih, biru navy, tosca, dan banyak lagi. Untuk motif pun bukan hanya tapak kebo, merak, keong, sabodo akang, belimbing, dayang sumbi, dan banyak lagi. Melainkan juga leuit, angklung, dan lainnya. Umumnya memcerminkan tentang alam dan kehidupan masyarakat Baduy yang sebagian besar adalah bercocok tanam.
Menurut PemKab Lebak, sekarang ini Batik Baduy memiliki 11 motif yang disesuaikan dengan khas komunitas masyarakat Baduy, namun motif tersebut terus dikembangkan agar menambah keragaman motif dari Batik Baduy.
Namun untuk motif dan warna uang resmi sebagai baju adat versi Dinas Pariwisata Banten adalah motif tapak kebo warna gold. Jenis ini kerap dipakai para pejabat saat melangsungkan kegiatan pemerintahan.
Motif Batik Baduy pada akhirnya menjadi kiblat inspirasi kelahiran motif-motif batik para produsen batik di Banten. Namun setiap kota dan kabupaten di Banten memiliki ciri khas tersendiri. Batik Cikadu Pandeglang misalnya lebih mengusung badak atau batik Krakatoa Cilegon dengan landmark kota baja.
Jika dirunut awal mula batik Baduy menjadi tren dikenal banyak orang, Banten Tribun menyebut, berawal dari ide seorang auditor inspektorat di Banten yakni Ahmad Yani dan wartawan sekaligus fotografer Mang Ripin. Keduanya aktif di kepengurusan Himpunan Pramuwisata Indonesia atau HPI. Dulu, batik Baduy hanya berupa romal atau ikat kepala.
Ceritanya, Ahmad Yani berencana akan mengkhitan anaknya dan bermaksud membuat seragam batik bernuansa Banten bagi panitia dan keluarganya saat resepsi. Tapi ia agak bingung karena Banten tak memiliki tradisi batik. Saat itu ia terpikir menggunakan batik Banten namun dirasa agak umum.
Karena terbiasa bolak-balik dari Banten Lama ke Baduy untuk mendokumentasi dua objek sejarah dan budaya, terlebih pernah menulis buku etnografi Baduy, maka ia terbersit mengangkat tema Banten Lama dan Baduy dalam acara itu. Muncullah ide menggunakan baju adat atau baju batik motif Baduy. Lagi-lagi dirasa agak umum dan tak “mencirikan” sesuatu yang khas dan bukan batik. Sedangkan untuk tema Banten Lama dituangkan dalam desain undangan yang menampilkan dominasi foto Gerbang Bentar, Keraton Kaibon, Banten.
Secara tak sengaja timbul ide membuat seragam baju batik motif baduy dari ikat kepala yang sering dipakai warga Baduy atau romal. Maka dibelilah beberapa puluh lembar ikat kepala Baduy dan didesain menjadi baju batik seragam resepsi khitanan.
Modelnya tetap mengadopsi pakaian Baduy yang biasa mereka sebut model Kampret dan jenis kemeja. Meski idenya mendadak dan diluar mainstream atau kebiasaan serta agak nyeleneh, di luar dugaan resepsi pada 17 Oktober 2009 banyak mendapat pujian dari tamu yang hadir, khususnya para PNS.
Rata-rata mereka yang hadir menanyakan asal-muasal dan berminat segera memiliki batik motif Baduy ini. Apalagi saat itu kegandrungan terhadap batik dari motif daerah masing-masing sedang tren.
Mereka semakin antusias saat melihat banyak warga asli Baduy dilibatkan menjadi penerima tamu dan tugas lainnya menggunakan seragam batik ini.
Saat ini baju batik Baduy banyak dipakai untuk berbagai kegiatan formal atau non formal. Bahkan, pakaian batik Baduy juga diwajibkan untuk ASN di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lebak juga Pemprov Banten. Selain itu juga banyak masyarakat memakai batik Baduy dengan alasan kecintaan terhadap budaya Baduy. Sebab, budaya Baduy merupakan warisan dunia sehingga mereka bangga jika memakai batik khas Baduy tersebut.
Selain itu juga harga batik Baduy relatif terjangkau masyarakat mulai Rp80.000 per lembar yang berukuran 2×1 meter. (Hilal)