APINDO Banten Keluhkan Kuota Gas yang Terbatas
BISNISBANTEN.COM — Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) wilayah Banten mengeluhkan adanya pembatasan kuota gas.
Ketua DPP Apindo Banten, Yakub F Ismail mengatakan, sejak bulan Mei kuota gas yang diberikan tidak sesuai dengan kontrak. Seharusnya kuota itu 100 persen, tapi hanya diberikan 60 persen.
“Dalam kontrak kita kuotanya itu 100 persen, dan sejak bulan Mei kita hanya diberikan 60 persen saja, kuota yang 40 persennya itu kita membayar dengan harga yang berbeda,” kata Yakub.
“Range harga antara kuota yang 60 persen ini harganya US$ 7-9 per MMBtu, sedangkan kouta yang 40 persennya itu harganya US$ 14-15 MMBtu, hampir dua kali lipatnya,” imbuhnya.
Menurut Yakub, gas ini untuk industri-industri tertentu merupakan alat produksi, akibat pembatasan gas dan naiknya harga gas membuat para industri ini kesulitan mengejar target.
“Bayar gasnya mahal, kalau tidak ngejar target nanti yang sudah kontrak gimana, jadi kerugiannya dobel-double, kerugian diproduksi, kontrak yang sudah berjalan, rencana investasi pengembangan dan lain sebagainya ada kerugian turunan bukan hanya sekedar naik tapi juga tidak ada gasnya,” terangnya.
“Sebetulnya pemerintah pusat harus bisa mengevaluasi ini, karena sejak ada pembatasan kuota gas ini produktivitas berkurang karena biayabekonomi tinggi, kan harus membayarvdua kali lipat,” sambungnya.
Kata dia, agar dunia industri berjalan seperti dulu solusinya adalah pemerintah dalam hal ini PGN memberlakukan kuota dari sisi mana yang bisa diberikan kepada pelaku usaha industri.
“Kita ingin PGN bisa berikan gas untuk memenuhi kuota sesuai kontrak, denva harga mengikuti kontrak awal. Jangan ditambahkan 40 persen dengan harga dua kali lipatnya, yang alasannga karena dagangnga dari jauh sehingga ada biaya operasional dan lain sebagainya,” katanya.
Hal ini sebenarnya sudah melanggar kontrak, seharusnya kuota dan harga gas tersebut harus sesuai kontrak. Tapi harganya malah di naikan.
“Caranya yang harus dipanggil itu otoritas PGN nya untuk bisa duduk bareng bukan dengan kami. Pemerintah harus memfasilitasi,” tutupnya. (Siska)