Ekonomi

Disrupsi, Momentum Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

BISNISBANTEN.COM — Akhir-akhir ini istilah “disruption” menjadi topik pembicaraan dan diskusi yang hangat baik di media massa, seminar-seminar dan di media sosial. Disrupsi ditandai dengan adanya inovasi baru dan perbaikan dalam bisnis proses dan prosedur, serta system dan teknologi, sehingga proses poduksi barang dan jasa semakin efisien dan efektif. Fenomena disrupsi ini semakin kentara manakala kemajuan teknologi informasi dan internet menyasar pada semua lekuk kehidupan, baik dalam domain hukum, sosial-budaya, ekonomi, maupun politik. Perubahan akibat teknologi informasi dan inteernet ini menurut Muslimat (2018) tengah terjadi serempak di seluruh dunia, mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia.

Fenomena perubahan kehidupan masyarakat yang tidak bisa lepas dari koneksi internet melalui media gadget ini menimbulkan tuntutan akan pelayanan publik yang lebih mudah, cepat dan praktis. Inilah yang menjadi urgensi bagi instansi pemerintah untuk beradaptasi dalam perubahan perilaku dari masyarakat tersebut dalam mendapatkan sebuah pelayanan public yang berkualitas. Perubahan keinginan dan perilaku masyarakat tersebut harus diimbangi dengan kemampuan instansi pemerintah untuk menghadapi perubahan yang terjadi di masyarakat. Sehingga bisa memberikan pelayanan publik sesuai keinginan masyarakat.

Ditjen Perbendaharaan sebagai salah satu unit organisasi dari Kementerian Keuangan yang memiliki tugas pokok dalam bidang budget execution (pelaksanaan anggaran) juga berupaya dan terus meningkatkan kualitas layanannya. Tercatat beberapa bukti nyata dari upaya tersebut amtara lain fpembentukan KPPN Percontohan, implentasi Modul Penerimaan Negara (MPN), Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), dan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI), serta penerapkan ISO 9001 : 2015 dan zona integritas WBK/WBBM (Wilayah Bebas Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) pada instansi vertikalnya.

Tulisan ini mencoba untuk menggambarkan konsepsi disrupsi dan pelayanan publik, serta keterkaitannya. tehadap Selanjutnya akan digambarkan disrupsi pada Ditjen Perbendaharaan lewat capaian dan bukti yang berdampak pada peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.


Disrupsi dan Pelayanan Publik

Disrupsi (disruption) adalah istilah yang dipopulerkan oleh Clayton Christensen sebagai kelanjutan dari tradisi berpikir “harus berkompetisi, untuk bisa menang (for you to win, you’ve got to make somebody lose)”, ala Michael Porter (Muslimat, 2018). Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, disrupsi didefinisikan hal tercabut dari akarnya. Jika diartikan dalam kehidupan sehari-hari, disrupsi adalah sedang terjadi perubahan fundamental atau mendasar, yaitu evolusi teknologi yang menyasar sebuah celah kehidupan manusia. Dengan kata lain, disrupsi adalah sebuah inovasi yang akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru, menggantikan teknologi lama yang serba fisik dengan teknologi digital yang menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru dan lebih efisien, juga lebih bermanfaat.

Kasus Nokia yang sempat merajai pasar HP, terlalu ‘pede’ dengan OS Symbian, dan mengabaikan OS Android sebagai suatu inovasi, akhirnya Nokia kalah bersaing dan ditinggalkan pelanggan adalah salah satu contoh disrupsi. Ungkapan yang menarik dan menjadi pelajaran bagi kita dari Stephen Elop selaku CEO Nokia saat akuisisi oleh Microsoft pada tahun 2013 , “We didn’t do anything wrong, but somehow, we lost” (Kasali, 2017).
Sementara pada tataran pemerintahan, pelaksanaan disrupsi menjadi keharusan dan suatu hal yang perlu diwujudkan atau direalisasikan. Bukan dalam rangka untuk mencari keuntungan ataupun menjatuhkan pemerintahan yang lain. Namun, lebih ditujukan dalam rangka meningkatkan kinerja, kepuasan dan kenyamanan, serta kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik yang cepat, tepat, mudah, murah, transparan, dan akuntabel.
Pelayanan publik menurut Robi C.K (2016) adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sementara menurut Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pelayanan publik diartikan sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dengan demikian pelayanan publik diselenggarakan sesuai dengan kebijakan yang berlaku.

Beberapa pemerintah daerah lewat bantuan teknologi informasi dan internet telah menerapkan disrupsi guna mengembangkan dan memajukan daerahnya, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik. Program seperti SIM Perizinan, SMS Gateway, LPPD, E-filling Budgeting, Pendaftaran Peserta Didik Baru Online, Si Jempol, Klinik UMKM, ZIS Online, dan Drive-thru PBB adalah beberapa contoh program yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi. Melalui program smart city, Pemerintah Kota Denpasar melakukan inovasi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Sementara, Pemerintah Kota Kediri bertekad menjadikan kotanya sebagai kota jasa, yaitu jasa pendidikan, kesehatan, ataupun perdagangan. Untuk mewujudkan semua itu, Pemerintah Kota Kediri membangun administrasi pemerintahan yang probisnis. Semua perizinan dipermudah, diperingan biayanya, dipercepat, bahkan bila perlu dokumen-dokumen itu diantar kepada pihak-pihak yang membutuhkannya (Kasali, 2017).

Pada level kementerian negara/lembaga (K/L), pelaksanaan disrupsi tidak kalah dengan pemerintah daerah. Diawali dengan pelaksanaan program reformasi birokrasi, para K/L disamping telah menerapkan clean dan good governance juga saling berlomba-lomba mencari inovasi dan terobosan dalam memberikan kemudahan dan pelayanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Kementerian Komunikasi dan Informatika yang memiliki tupoksi di bidang komunikasi, teknologi, dan informasi adalah salah satu K/L yang mempelopori dan mengembangkan beberapa aplikasi pemerintahan seperti Aplikasi MANTRA (MANajemen integrasi dan perTukaRAn data) yang bermanfaat untuk menjembatani pertukaran data antar instansi pemerintah meskipun berbeda database, aplikasi maupun sistem operasinya. Aplikasi MANTRA ini digunakan oleh beberapa K/L dan pemerintah daerah di Indonesia.


Kemudian ada Administrasi perkantoran maya (siMAYA), Pegawai Negeri Sipil Mail (PNSMail) layanan email yang diperuntukkan bagi Pegawai Negeri Sipil di seluruh Indonesia dengan kuota mencapai 250 MB, dan Private Network Security Box (PNSBox) suatu jaringan antar instansi pemerintah (Kementerian Komunikasi dan Informatika RI., 2018).

Di bidang pengelolaan keuangan negara, pelaksanaan disrupsi juga telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Di mulai sejak pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK) tahap pertama tahun 2002-2006 dan hingga kini memasuki tahap keempat, Kementerian Keuangan dan senantiasa terus melakukan pembenahan dan perbaikan, mencari terobosan dan inovasi baru. Guna memberikan arah dan pedoman bagi semua unit eselon I pada Kementerian Keuangan, telah diterbitkan Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025 yang berisi kerangka kerja terperinci sebagai landasan dalam pelaksanaan transformasi kelembagaan di Kementerian Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 36/KMK.01/2014 tentang Cetak Biru Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025.

Dampak dari pelaksanaan RBTK tersebut, menempatkan Kementerian Keuangan pada urutan pertama dengan nilai A secara berturut-turut sejak tahun 2016 dalam Hasil Penilaian Akuntablitas K/L oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Penilaian ini dilakukan terhadap delapan area perubahan reformasi birokrasi, yakni mental aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kelembagaan, tata laksana, SDM aparatur, peraturan perundang-undangan, dan pelayanan publik. Selain itu, evaluasi dilakukan terhadap indeks reformasi birokrasi tiap K/L serta tanggapan masyarakat pengguna layanan, yang dilakukan dengan penilaian lapangan (detik.com, 2017).

Disrupsi dan Pelayanan Publik Ditjen Perbendaharaan

Ditjen Perbendaharaan meskipun secara eksplisit tidak menyatakan dilanda ataupun menerapkan disrupsi. Namun seiring dengan pelaksanaan reformasi birokrasi tahap pertama (tahun 2002-2006) hingga saat ini pelaksanaan Program Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025, sebetulnya pelaksanaan RBTK telah memenuhi unsur dari disruptive government yaitu disruptive mindset, disruptive bureaucracy, dan disruptive marketing. Sejak terbentuknya tahun 2004 hingga kini, Ditjen Perbendaharaan terus melakukan perbaikan dan mencari inovasi baik dari sisi tata kelola, prosedur, dan kualitas SDM untuk memberikan kinerja layanan yang baik dan berkualitas.

Wujud dari disruptive government pada Ditjen Perbendaharaan adalah adanya komitmen yang kuat dari pimpinan pusat dan daerah serta seluruh pegawai Ditjen Perbendaharaan untuk mengelola keuangan negara secara profesional, transparan, akuntabel, serta menghadirkan kinerja layanan yang baik dan berkualitas kepada seluruh stakeholders.


Berikut ini akan kami uraikan upaya yang telah dilakukan sekaligus capain dari pelaksanaan disrupsi tersebut dalam rangka untuk mewujudkan pelayanan publik yang cepat, tepat, mudah, murah, transparan, akuntabel, dan memuaskan masyarakat.

a. Capaian Bidang Kelembagaan dan Bisnis Proses
Untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, akurat, bersih dan tanpa biaya telah dibentuk KPPN Percontohan. Pada tahap awal, tahun 2007 KPPN Percontohan berjumlah 18 KPPN dan saat ini telah semua KPPN menerapkan SOP KPPN Percontohan. Adanya standarisasi pelayanan dari sisi proses layanan, kepastian waktu penyelesaian layanan, keramahan dan kenyamanan layanan, serta tanpa biaya layanan merupakan beberapa ciri layanan KPPN Percontohan. Standarisai bisnis proses dan layanan tersebut juga diterapakn bagi kantor wilayah dan kantor pusat Ditjen Perbendaharaan. Sehingga dengan demikian, saat ini semua unit pada Ditjen Perbendaharaan menerapkan proses bisnis dan layanan yang terstandardisasi.

Selanjutnya untuk lebih meningkatkan pelayanan, seluruh KPPN menerapkan system manajemen mutu dan mengimplementasikan zona integritas WBK/WBBM (Wilayah Bebas Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani). Berdasarkan hasil pengujian sacara sampling oleh TÜV Rheinland pada tahun 2019, seluruh KPPN dinyatakan berhak mendapatkan lisensi ISO 9001 : 2015. Sementara pada capaian WBK/WBBM, pada tahun 2018 sebanyak 17 KPPN dan 1 Kanwil mendapatkan berpredikat WBK serta 1 KPPN mendapatkan berpredikat WBK/WBBM dari Kementerian PAN RB (Ditjen Perbendaharaan, 2018). Pada tahun 2019, sebanyak 66 kantor vertikal DJPb mendapatkan predikat WBK dan 6 kantor vertikal DJPb mendapatkan predikat WBBM dari Kementerian PAN RB (Ditjen Perbendaharaan, 2019).

b. Capaian Bidang Teknologi dan System Informasi
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan internet sebagai suatu disrupsi teknologi serta adanya pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan negara, Ditjen Perbendaharaan terus melakukan berbagai terobosan dan inovasi yang mengarah ke simplifikasi bisnis proses dan modernisasi ICT, serta pengembangan sistem aplikasi. Semua dilakukan dalam rangka untuk mewujudkan terbentuknya e-government di lingkup Ditjen Perbendaharaan dan memungkinkan tercapainya profesionalitas dan kualitas pengelolaan keuangan negara. Salah satu hal yang dilakukan adalah membuat sebuah Proyek Penyempurnaan Manajemen Keuangan dan Administrasi Penerimaan Pemerintah yang dikenal dengan nama Government Financial Management and Revenue Administration Project (GFMRAP). GFMRAP yang dimulai tahun 2004 meliputi 4 bidang besar, yaitu Manajemen Keuangan Publik, Administrasi Pendapatan, Tatakelola dan Akuntabilitas, dan Tatakelola Proyek dan Implementasi (Wikiapbn, 2014).

Di bidang administrasi pendapatan, Ditjen Perbendaharaan pada tahun 2007 meluncurkan Modul Penerimaan Negara (MPN). MPN hadir sebagai upaya modernisasi pengelolaan perbendaharaan untuk menjalankan salah satu fungsi Treasury yaitu menghimpun seluruh penerimaan Negara. Dengan slogan “Mudah, Praktis dan Nyaman”, sesuai singkatannya, MPN menjadi salah satu mercusuar pelayanan di Ditjen Perbendaharaan. Pada rentang dekade Ditjen Perbendaharaan (2004-2014) ini, MPN justru semakin kokoh dengan dilaunchingnya MPN G-2 pada yang menghadirkan layanan penerimaan negara secara elektronik (Ditjen Perbendaharaan, 2017).

Sementara dalam bidang Manajemen Keuangan Publik, perubahan yang terbesar adalah dalam hal modernisasi anggaran dan perbendaharaan negara, yang diwujudkan dalam bentuk implementasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). SPAN merupakan komponen terbesar GFMRAP dan selanjutnya akan menjadi pondasi untuk reformasi manajemen keuangan negara.


Sebagai pondasi manajemen keuangan publik, SPAN akan memfasilitasi arah kebijakan penganggaran, mendukung pertanggungjawaban dari para pengguna anggaran, meningkatkan efisiensi pengelolaan perbendaharaan, memfasilitasi reformasi akuntansi dan pelaporan, mengurangi biaya pinjaman dan memperkuat keamanan dan kredibilitas data keuangan. Pada dasarnya, SPAN adalah bagian dari Integrated Financial Management Information System (IFMIS) yaitu Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Negara yang Terintegrasi. IFMIS terdiri dari beberapa unsur, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, hingga pertanggungjawaban keuangan negara (Wikiapbn, 2014).

Jika SPAN merupakan bagian dari IFMIS yang digunakan dalam pengelolaan keuangan negara oleh unit di Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, maka Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) merupakan sistem aplikasi pengelolaan keuangan negara yang digunakan oleh Satuan Kerja (satker) di Kementerian Negara/Lembaga. Sebagai bagian dari IFMIS, SAKTI menyederhanakan dan mengintegrasikan beberapa aplikasi dengan basis data yang terpisah-pisah.


Aplikasi lama seperti RKA-KL DIPA, SAS, SILABI, Persediaan, SIMAK-BMN, dan SAIBA disederhanakan dan diintegrasi dalam satu aplikasi SAKTI dan menjadi modul anggaran, komitmen dan pembayaran, bendahara, persediaan, aset tetap, dan pelaporan. Penyederhanaan dan pengintegrasian sistem aplikasi ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya duplikasi pekerjaan dan pengulangan entry data yang menyebabkan terjadinya perbedaan data antara satu aplikasi dengan aplikasi lainnya sehingga informasi yang dihasilkan pun menjadi tidak akurat. Saat ini, SAKTI baru diimplementasikan oleh satker di lingkungan Kementerian Keuangan, dan kedepannya akan diimplementasikan kepada seluruh satker.

Selain SPAN dan SAKTI yang berbasis IFMIS, Ditjen Perbendaharaan juga merancang dan mengembangkan sistem informasi lainnya antara lain Aplikasi Gaji PNS Terpusat, e-Rekon dan Laporan Keuangan G2, BLU Integrated Online System (BIOS), Sistem Informasi Manajemen Sertifikasi Bendahara (SIMSERBA), e-SPM, e-DJPb, dan HAI Ditjen Perbendaharaan. Semua sistem informasi tersebut dirancang dan dikembangkan dengan memanfaatkan ICT dengan tujuan untuk mengotomatisasi proses layanan dan penyelesaian pekerjaan sehingga mempermudah, mempercepat, dan meningkatkan akurasi dalam pengelolaan keuangan negara.

Adanya aplikasi yang berbasis ICT tersebut juga mengubah bentuk proses layanan KPPN. Selama ini proses layanan KPPN dilakukan di ruang layanan (front office) dengan mempertemukan antara petugas stakeholders (satker) dengan petugas KPPN, maka kini dengan adanya aplikasi-aplikasi yang memanfaatkan ICT tersebut proses layanan dilakukan secara online. Proses layanan bisa dilakukan secara jarak jauh sepanjang ada koneksi internet. Satker bisa menyampaian SPM, melakukan rekonsiliasi, menyampaikan LPJ atau bahkan mengkonsultasikan sesuatu kepada KPPN dari kantornya sepanjang bisa terkoneksi dengan internet.


Penutup

Saat ini teknologi informasi dan internet telah menyasar pada semua lekuk kehidupan manusia baik dalam pola hidup, interaksi sesama, maupun budaya kerja. Pada dunia usaha kemajuan teknologi informasi dan internet dimanfaatkan dalam rangka kemajuan usaha dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Sehingga bagi pelaku usaha yang tidak bisa memanfaat kemajuan teknologi informasi dan internet akan terdisrupsi oleh pelaku usaha yang lain. Namun, dalam tataran pemerintahan kemajuan teknologi informasi dan internet lebih banyak dimanfaatkan untuk peningkatan kinerja dan pelayanan publik kepada masyarakat.

Berdasarkan bukti yang ada, Ditjen Perbendaharaan telah secara nyata melakukan disrupsi pemerintahan seperti pembentukan KPPN Percontohan, standardisasi bisnis proses, penerapan ISO dan implementasi WBK/WBBM bagi KPPN, dan Kanwil, serta penggunaan IFMIS dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya seperti SPAN dan SAKTI. Disrupsi dalam bentuk inovasi tersebut berdampak terhadap peningkatan kualitas pelayanan kepada stakeholder seperti antara lain adanya kejelasan waktu penyelesaian SP2D, pelaksanaan rekonsiliasi dan penyampaian LPJ Bendahara secara online.


Ditulis oleh : Nurfatoni, S.Sos., M.AP., Kepala Bagian Umum Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Banten

Advertisement

Susi Kurniawati

Wartawan bisnisbanten.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

bisnisbanten.com